Viral Modus Pemandu Liar Tipu Wisatawan di Kraton Yogyakarta

Narasi menyesatkan mengenai status operasional Kraton, dan akhirnya hanya dibawa ke museum kereta serta toko lukisan batik.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
DOK. Kraton Jogja
ILUSTRASI: Foto Keraton Yogyakarta atau Kraton Jogja 

“Kami dijelaskan tentang berbagai model lukisan batik. Aku sudah punya firasat akan diarahkan untuk membeli. Sepertinya kami di toko itu sekitar 30 menit sampai 1 jam karena terus ditawari,” katanya.

Satu lukisan akhirnya dibeli dengan harga sekitar Rp500.000 atau lebih. Ia mengatakan pemandu berlaku baik, sehingga ia tidak pernah menyangka bahwa pola itu merupakan bagian dari scam.

“Jujur, aku sama sekali tidak tahu bahwa itu ternyata adalah scam. Tapi pengalaman yang aku alami persis banget sama seperti yang kakaknya ceritakan. Ternyata banyak banget yang mengalami kejadian serupa,” ujarnya.

Respons Keraton: Minta Maaf, Koordinasi Lintas Wilayah, dan Siapkan Pembinaan

Menanggapi maraknya laporan tersebut, Nyi Raden Wedana Noorsundari, Carik Kawedanan Radya Kartiyasa, menyampaikan permohonan maaf sekaligus penjelasan langkah yang telah ditempuh Kraton.

“Pertama kami minta maaf karena ada pengunjung yang terkena scam yang di situ ada tulisannya Keraton. Kami sangat menyesalkan hal ini karena mau tidak mau memberikan citra buruk untuk pariwisata, baik di Keraton maupun Yogyakarta pada umumnya.”

Ia menyebut dua unggahan wisatawan yang viral itu muncul berdekatan namun berasal dari dua wilayah kelurahan berbeda, sehingga pihak Kraton segera berkoordinasi.

“Akhirnya kami berkoordinasi dengan Pak Mantri, mencoba mencari jalan keluarnya. Pada hari itu kami bersama GKR Bendoro, Pak Mantri, Pak Lurah, pihak Polsek, dan Koramil berdiskusi. Dari situ muncul beberapa poin: menggalakkan kembali Sapta Pesona, pelayanan prima, dan pembinaan di wilayah,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Kelurahan sudah melakukan pembinaan terhadap pihak-pihak yang terlibat.

“Kalau ada pihak yang dirugikan, tentu itu disayangkan. Mestinya semua berjalan seimbang. Karena ada pihak yang dirugikan, mau tidak mau kami mencoba sedikit menekan pihak yang kurang sesuai itu tadi,” katanya.

Saat ditanya mengenai sanksi untuk pelaku, Noorsundari menjelaskan bahwa saat ini langkahnya masih berupa surat pernyataan.

“Sejauh ini baru membuat surat pernyataan untuk tidak mengulang kembali perbuatannya. Tetapi kami sedang mencari dasar peraturan perundang-undangan untuk memberikan penalti. Bagaimanapun juga kita harus sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Ia juga menyinggung aturan pramuwisata yang mengatur kewajiban lisensi bagi pemandu wisata.

“Kalau tidak salah ada peraturan daerah tentang pramuwisata. Di situ disebutkan bila seorang guide beroperasi di wilayah Yogyakarta tanpa lisensi, maka akan ada penalti,” katanya.

Untuk mencegah kejadian serupa, Noorsundari meminta wisatawan mengecek identitas pemandu resmi.

“Kami menyarankan agar wisatawan bertanya kepada pramuwisata resmi yang ada di Keraton. Silakan mengecek nama dan identitasnya. Bisa juga difoto kartu identitas mereka. Itu bisa menjadi bukti apakah mereka masuk paguyuban atau tidak—atau, mohon maaf, legal atau tidak,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved