Viral Modus Pemandu Liar Tipu Wisatawan di Kraton Yogyakarta

Narasi menyesatkan mengenai status operasional Kraton, dan akhirnya hanya dibawa ke museum kereta serta toko lukisan batik.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
DOK. Kraton Jogja
ILUSTRASI: Foto Keraton Yogyakarta atau Kraton Jogja 
Ringkasan Berita:
  • Viral unggahan wisatawan Kraton Yogyakarta ditipu pemandu liar. Wisatawan mengaku diarahkan masuk lewat pintu samping. 
  • Di pintu samping, datang orang mengaku pemandu, menjelaskan bahwa Keraton Yogyakarta tutup karena renovasi, sehingga wisatawan diantar ke museum kereta
  • Tidak bisa berlama-lama di museum, wisatawan sudah diburu-buru untuk keluar dan diarahkan ke toko Gria Batik. Wisatawan kecewa dan merasa rugi waktu.
  • Pihak Kraton merespons dengan permohonan maaf dan menyampaikan tindak lanjut.

 

TRIBUNJOGJA.COM- Keluhan wisatawan mengenai dugaan penipuan oleh oknum berpakaian batik yang mengaku sebagai pemandu Kraton Yogyakarta kembali mencuat setelah dua unggahan TikTok memperlihatkan pola kejadian yang serupa.

Unggahan tersebut memicu diskusi luas karena menunjukkan pola yang sama: wisatawan diarahkan masuk melalui pintu samping, dipengaruhi narasi menyesatkan mengenai status operasional Kraton, dan akhirnya hanya dibawa ke museum kereta serta toko lukisan batik. Para pengunggah menegaskan bahwa pelaku bukan petugas resmi Kraton.

Keluhan disampaikan oleh akun @pakebatiktiaphari, yang menceritakan pengalamannya saat berkunjung pada Minggu, 31 Agustus. Ia datang ke Yogyakarta dengan niat khusus mengunjungi Kraton, salah satu tujuan dalam daftar tempat yang menurutnya wajib didatangi. Ia menyukai museum dan tempat-tempat bersejarah, sehingga kunjungan ke Kraton menjadi agenda penting dalam rangkaian rencananya.

Ingatkan pengunjung lain

Ia menegaskan sejak awal bahwa ia tidak ingin menyudutkan pihak Kraton, tetapi ingin mengingatkan pengunjung lain agar lebih waspada.

“Perlu aku pertegas dulu: oknum pelakunya bukan petugas resmi Kraton. Mereka bukan dari dalam Kraton, bukan pegawai, dan bukan pemandu resmi. Ciri-cirinya memakai batik, standby di pintu samping, dan membawa nametag seolah-olah mereka adalah pemandu resmi,” katanya.

Ia tiba di Kraton sekitar pukul 13.00, dua jam sebelum jam tutup. Titik lokasi telah ia pastikan tepat, dan jam operasional sudah ia cek. Namun ia diturunkan oleh ojek daring di pintu samping, bukan di pintu utama tempat loket resmi berada.

“Ternyata ojol menurunkan aku bukan di pintu utama. Ini memang sudah jadi ‘komplotan’. Bahkan beberapa ojol berikutnya juga menurunkanku di pintu samping,” ujarnya.

Menurut ceritanya, pintu samping itu berada di area Museum Wahanarata. Di titik itu sudah ada oknum yang menunggu wisatawan datang. Ia mulai curiga karena bentuk pintunya berbeda dengan yang ia lihat di berbagai konten tentang Kraton. Namun ia berasumsi mungkin itu hanya pintu samping.

Seorang pria kemudian mendatanginya dan memperkenalkan diri sebagai pemandu. Dengan sopan, pria itu menyampaikan informasi yang membuat ia semakin ragu.

“Bapak itu bilang begini: ‘Mbak, permisi. Mau ke Kraton ya? Sudah tahu belum kalau Kraton sedang tutup karena renovasi? Mungkin bukanya enam bulan lagi.’ Lalu dia menawarkan untuk mengantar ke museum kereta dan bilang ada galeri tempat Sultan biasa memesan lukisan, juga ada pameran lukisan raja-raja,” katanya.

Meski perasaannya tidak enak, ia memutuskan mengikuti karena sudah berencana kembali ke Kraton di hari lain. Ia diajak masuk ke Museum Wahana Rata. Di dalam, ia merasa diburu-buru dan tidak diberi ruang untuk melihat koleksi kereta kuda Kraton sebagaimana biasanya ia nikmati jika berkunjung ke museum.

Ia mengaku hanya berada sekitar lima menit di dalam sebelum pemandu itu mengajaknya keluar.

Diarahkan ke toko 

Selepas itu, ia diarahkan keluar area Kraton melalui sebuah gang kecil yang ia ingat berada dekat toko Gria Batik. Pemandu membawanya ke sebuah galeri yang diklaim sebagai galeri khusus Kraton.

“Dia bilang, ‘Mbak beruntung banget, galerinya nggak buka tiap hari. Hari ini lagi buka. Ada diskon 40 persen, cuma tiga hari,’” tuturnya.

Di dalam galeri itu terdapat lukisan-lukisan Batik yang menurutnya memang indah. Namun ia batal membeli setelah mendengar penjelasan dari pemandu yang dinilai tidak masuk akal.

“Dia bilang, ‘Mbak, kalau nanti bosan dengan lukisannya, jangan dijual di tempat lain. Bawa kembali ke sini, bisa ditukar dengan lukisan lain. Atau uangnya bisa dikembalikan. Bahkan 5–10 tahun lagi masih berlaku.’ Di situ aku langsung, ya sudahlah, ini jelas ngarang,” katanya.

Selain itu, pameran lukisan raja-raja yang dijanjikan ternyata tidak seperti yang digambarkan.

“Ternyata ‘pameran lukisannya’ hanya berupa potret raja-raja yang dicetak biasa, bukan lukisan. It’s not even a painting, it’s printing. Sungguh memaksakan,” ujarnya.

Ia mengaku kecewa dan merasa rugi waktu, serta memikirkan bagaimana pengalaman serupa akan berdampak pada wisatawan asing.

“Aku saja yang orang Indonesia ditipu kayak gini, gimana turis luar negeri? Ini tidak hanya buruk bagi wisatawan, tapi juga menjelekkan nama Kraton,” ucapnya.

Ia kemudian mengecek ulasan di Google Review dan menemukan banyak pengalaman serupa, termasuk modus “kopi 100 ribu” yang sempat viral. Karena itu, ia memilih menambah suaranya agar wisatawan lain waspada.

“Kami justru senang ditemani tour guide. Tapi tolong lakukan dengan jujur. Pendampingan ke tempat oleh-oleh tidak masalah, asalkan kami tetap bisa mengunjungi wishlist utama kami, yaitu Kraton itu sendiri,” katanya.

Cerita sama dari wisatawan lain

Cerita berikutnya datang dari akun @dinndinoo, yang mengunggah pengalaman hampir identik dan mengaku baru sadar bahwa ia juga menjadi korban setelah melihat unggahan orang lain. Ia berkunjung bersama keluarga pada 4 Januari 2024, kunjungan pertama ke Yogyakarta setelah belasan tahun.

Ia menceritakan bahwa keluarganya diarahkan parkir dekat lokasi tersebut dan secara otomatis menuju loket di pintu samping.

“Aku pikir itu pintu utama, apalagi sebelum kami datang ada orang lain yang juga membeli tiket di situ,” katanya.

Setelah membeli tiket untuk enam orang, seorang pria datang menawarkan jasa sebagai pemandu. Ia tidak mengetahui detail percakapan antara pemandu dan ayahnya, sehingga tidak tahu apakah pemandu itu juga mengatakan bahwa Kraton tutup. Namun ia diarahkan langsung ke Museum Wahana Rata, sama seperti pengalaman yang terjadi pada @pakebatiktiaphari.

Ia menyebut kunjungan berakhir hanya di museum tersebut.

“Dalam bayanganku, kami akan masuk ke area utama Kraton seperti yang banyak terlihat di foto. Aku pikir setelah ke museum, kami akan diajak masuk ke bagian dalam. Tapi kunjungan kami hanya berhenti di museum kereta saja,” ujarnya.

Selepas itu, keluarganya diarahkan ke sebuah toko lukisan batik di rumah dekat museum itu.

“Kami dijelaskan tentang berbagai model lukisan batik. Aku sudah punya firasat akan diarahkan untuk membeli. Sepertinya kami di toko itu sekitar 30 menit sampai 1 jam karena terus ditawari,” katanya.

Satu lukisan akhirnya dibeli dengan harga sekitar Rp500.000 atau lebih. Ia mengatakan pemandu berlaku baik, sehingga ia tidak pernah menyangka bahwa pola itu merupakan bagian dari scam.

“Jujur, aku sama sekali tidak tahu bahwa itu ternyata adalah scam. Tapi pengalaman yang aku alami persis banget sama seperti yang kakaknya ceritakan. Ternyata banyak banget yang mengalami kejadian serupa,” ujarnya.

Respons Keraton: Minta Maaf, Koordinasi Lintas Wilayah, dan Siapkan Pembinaan

Menanggapi maraknya laporan tersebut, Nyi Raden Wedana Noorsundari, Carik Kawedanan Radya Kartiyasa, menyampaikan permohonan maaf sekaligus penjelasan langkah yang telah ditempuh Kraton.

“Pertama kami minta maaf karena ada pengunjung yang terkena scam yang di situ ada tulisannya Keraton. Kami sangat menyesalkan hal ini karena mau tidak mau memberikan citra buruk untuk pariwisata, baik di Keraton maupun Yogyakarta pada umumnya.”

Ia menyebut dua unggahan wisatawan yang viral itu muncul berdekatan namun berasal dari dua wilayah kelurahan berbeda, sehingga pihak Kraton segera berkoordinasi.

“Akhirnya kami berkoordinasi dengan Pak Mantri, mencoba mencari jalan keluarnya. Pada hari itu kami bersama GKR Bendoro, Pak Mantri, Pak Lurah, pihak Polsek, dan Koramil berdiskusi. Dari situ muncul beberapa poin: menggalakkan kembali Sapta Pesona, pelayanan prima, dan pembinaan di wilayah,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Kelurahan sudah melakukan pembinaan terhadap pihak-pihak yang terlibat.

“Kalau ada pihak yang dirugikan, tentu itu disayangkan. Mestinya semua berjalan seimbang. Karena ada pihak yang dirugikan, mau tidak mau kami mencoba sedikit menekan pihak yang kurang sesuai itu tadi,” katanya.

Saat ditanya mengenai sanksi untuk pelaku, Noorsundari menjelaskan bahwa saat ini langkahnya masih berupa surat pernyataan.

“Sejauh ini baru membuat surat pernyataan untuk tidak mengulang kembali perbuatannya. Tetapi kami sedang mencari dasar peraturan perundang-undangan untuk memberikan penalti. Bagaimanapun juga kita harus sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Ia juga menyinggung aturan pramuwisata yang mengatur kewajiban lisensi bagi pemandu wisata.

“Kalau tidak salah ada peraturan daerah tentang pramuwisata. Di situ disebutkan bila seorang guide beroperasi di wilayah Yogyakarta tanpa lisensi, maka akan ada penalti,” katanya.

Untuk mencegah kejadian serupa, Noorsundari meminta wisatawan mengecek identitas pemandu resmi.

“Kami menyarankan agar wisatawan bertanya kepada pramuwisata resmi yang ada di Keraton. Silakan mengecek nama dan identitasnya. Bisa juga difoto kartu identitas mereka. Itu bisa menjadi bukti apakah mereka masuk paguyuban atau tidak—atau, mohon maaf, legal atau tidak,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved