Ritual Fangshen dan Doa Lintas Agama Meriahkan Gelaran Kamulyaning Tirta 2025 di Klaten

Kegiatan Kamulyaning Tirta 2025 yang diinisiasi FKUB Klaten digelar untuk memperingati Hari Toleransi Internasional dan HUT ke-27 FKUB Klaten. 

Penulis: Dewi Rukmini | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Dewi Rukmini
TEBAR BENIH - Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, melakukan tebar benih ikan dan melepas burung ke alam liar dalam gelaran Kamulyaning Tirta 2025 di Kabupaten Klaten, Sabtu (15/11/2025). 

Ringkasan Berita:

 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Dewi Rukmini

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Puluhan warga Klaten yang berasal dari seluruh elemen agama atau kepercayaan mengikuti kegiatan Kamulyaning Tirta 2025 di Wisma Dhammaguna Vihara Bodhivamsa Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Sabtu (15/11/2025).

Kegiatan yang diinisiasi Forum Kebersamaan Umat Beriman (FKUB) Klaten itu digelar untuk memperingati Hari Toleransi Internasional dan HUT ke-27 FKUB Klaten

Gelaran Kamulyaning Tirta 2025 diawali dengan iring-iringan membawa kendi berisi air dari 7 sumber mata air di Kabupaten Klaten yang diambil beberapa waktu lalu.

Tujuh kendi tersebut lalu diletakkan di depan panggung. 

Kemudian, acara berlanjut doa lintas agama yang dipimpin oleh masing-masing pemuka agama dari Buddha, Hindu, Katolik, Penghayat Kepercayaan, Islam dan Kristen.

Selepas itu, dilakukan pemotongan tumpeng dan menuangkan salah satu air kendi ke tanah oleh Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo

Lalu dilakukan upacara Fangshen atau membebaskan makhluk hidup ke alam bebas sebagai manifestasi welah asih universal serta penghormatan terhadap kehidupan.

Pada kesempatan itu, makhluk hidup yang dilepaskan adalah burung dan ikan.

Puluhan benih ikan ditebar ke sungai yang ada di dekat Vihara. Begitu juga dengan air yang ada di dalam tujuh kendi. 

Baca juga: Dua Atlet Pencak Silat Asal Klaten Wakili Indonesia di Ajang ASEAN School Games di Brunei Darussalam

Tema Air

Ketua FKUB Klaten, Pendeta Wahyu Nirmala, menjelaskan bahwa Kamulyaning Tirta 2025 mengangkat tema 'Tirta Panguripan, Rukun Kang Nguripi: Tinjauan Ekoteologi'.

Lewat tema itu pihaknya ingin menegaskan bahwa secara gerakan spiritual ekologis, air sebagai jembatan dialog antariman. 

"Air tidak mengenal perbedaan agama, suku, ataupun golongan. Air mengalir memberikan kehidupan kepada semua makhluk. Itulah esensi toleransi yang ingin kami wujudkan," ucap Pendeta Wahyu Nirmala. 

Kendati demikian, dia merasa prihatin dan khawatir karena air yang merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup justru digunakan seenaknya oleh sejumlah oknum.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved