Pengaturan Bentor hingga MaxRide Diperketat, Pemda DIY Soroti Ketidaksesuaian Izin Kendaraan
Pemda DIY sejak awal telah mengambil posisi tegas mengenai penataan moda transportasi di kawasan perkotaan, terutama Malioboro.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
“Untuk izin kendaraan, kemungkinan mereka sudah punya surat resmi dari pusat untuk kendaraan produksi. Tetapi kendaraan itu bentuknya mobil, namun memakai pelat nomor motor. Jadi secara teknis pelat nomornya motor, tapi bentuk kendaraannya bukan motor. Ini saja sudah menimbulkan ketidaksesuaian,” katanya.
Tak Sesuai Aturan
Ni Made menegaskan bahwa keberadaan berbagai jenis kendaraan yang tidak sesuai aturan justru berpotensi mengacaukan ketertiban ruang kota.
MaxRide, menurutnya, masih mungkin dioperasikan, namun hanya pada kawasan yang ditentukan pemerintah kabupaten/kota.
“Boleh saja jika izinnya benar. Mungkin bisa beroperasi di wilayah pinggiran seperti Gunungkidul atau Kulon Progo. MaxRide bisa operasional tetapi hanya di kawasan yang ditentukan. Misalnya di permukiman atau untuk kepentingan sendiri. Tapi tidak boleh mengangkut penumpang di jalan umum jika tidak ada dasar izinnya,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa penegakan hukum bukan kewenangan Pemda DIY.
“Provinsi tidak punya kewenangan penegakan hukum. Itu kewenangan kepolisian. Pemda hanya membuat pengaturan kawasan. Kalau kabupaten/kota ingin menindak, mereka harus menyiapkan kebijakan. Prinsipnya, kalau memang tidak boleh, ya tidak boleh. Namun penegakan hukum tetap tugas kepolisian,” ujarnya.
Terkait polemik bentor yang tetap dapat melintas di Jalan Malioboro pada jam pedestrian, Ni Made menegaskan bahwa aturan berlaku untuk semua kendaraan bermotor.
“Bentor itu kendaraan bermotor, berarti tidak boleh masuk kawasan pedestrian,” katanya.
Ia menyoroti masih adanya kendaraan yang lolos masuk saat jam pedestrian karena menggunakan jalur-jalur sirip, bukan melalui titik penyekatan utama.
“Mungkin solusinya sirip-sirip itu ditutup saat pedestrian, tapi tidak permanen. Ini perlu simulasi dan pemahaman kepada masyarakat agar jelas apa yang boleh dan tidak boleh,” ujarnya.
Di sisi lain, lemahnya penindakan di lapangan dinilai menjadi akar persoalan.
“Kalau tidak ada tindakan, percuma membuat aturan. Kami ingin aparat, Pemda, dan masyarakat sama-sama bekerja. Ada jalan dengan garis zig-zag—itu artinya dilarang parkir. Tetapi meskipun ada petugas, tidak diberi sanksi. Di stasiun juga seperti itu: pengumuman jelas, tapi tidak ada penindakan,” ujar Ni Made.
Ia menegaskan bahwa penataan transportasi di Yogyakarta membutuhkan waktu dan kesepakatan bersama. (*)
| Wacana Pemkot Yogyakarta Alihkan Bentor ke Becak Listrik, Ini Respon Legislatif |
|
|---|
| Pemda DIY Tetapkan Direksi Baru PDAB Tirtatama, Tegaskan Peran Strategisnya dalam Layanan Air Bersih |
|
|---|
| Maxride dan Bentor Dilarang Beroperasi di Kota Yogyakarta, Wali Kota Hasto Wardoyo Beri Penjelasan |
|
|---|
| Pemda DIY Juara Umum AMH 2025 |
|
|---|
| Izin Terhambat Kajian BBWSSO, Penambang Progo Minta Tetap Boleh Pakai Pompa Mekanik |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Sekda-DIY-Ni-Made-Dwipanti-Indrayanti-2992025.jpg)