Pengaturan Bentor hingga MaxRide Diperketat, Pemda DIY Soroti Ketidaksesuaian Izin Kendaraan

Pemda DIY sejak awal telah mengambil posisi tegas mengenai penataan moda transportasi di kawasan perkotaan, terutama Malioboro.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti 

Ringkasan Berita:
  • Pemda DIY menyoroti soal perizinan dan aturan terkait operasional bentor dan Maxride
  • Sekda DIY menyebut upaya pengendalian bentor bukanlah kebijakan baru yang muncul secara mendadak.
  • Keberadaan berbagai jenis kendaraan yang tidak sesuai aturan justru berpotensi mengacaukan ketertiban ruang kota. 

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menyatakan bahwa pengaturan moda transportasi seperti bentor dan kendaraan aplikasi MaxRide harus ditegakkan sesuai regulasi, di tengah maraknya kendaraan non-standar yang beroperasi tanpa dasar izin jelas. 

Sekretaris Daerah DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menegaskan bahwa Pemda DIY sejak awal telah mengambil posisi tegas mengenai penataan moda transportasi di kawasan perkotaan, terutama Malioboro.

Ia mengungkapkan bahwa upaya pengendalian bentor bukanlah kebijakan baru yang muncul secara mendadak. 

“Dari awal sebenarnya kami sudah menyampaikan bahwa kami harus bisa mengatur. Untuk bentor itu jelas, itu bukan hal baru. Justru sejak awal kenapa kami menginisiasi becak listrik, itu berkaitan dengan pernyataan sebelumnya ketika muncul otoped dan bentor. Waktu itu Pak Gubernur juga tidak menginginkan ada otoped dan bentor beroperasi di Malioboro,” ujarnya.

Kemunculan otoped pada masa pandemi, menurut Ni Made, menjadi pemicu penting bagi Pemda untuk memperketat pengaturan moda baru di kawasan wisata. 

Sementara untuk bentor, pemerintah sudah berulang kali berdialog dengan komunitas pengemudi. 

“Pemerintah sebenarnya sudah pernah berdialog dengan mereka. Mereka juga pernah audiensi dengan kami dan kami juga pernah menemui mereka di DPRD. Pada prinsipnya, kami ingin menegakkan Perda No. 5 Tahun 2016 mengenai kendaraan tradisional, yaitu becak dan andong. Untuk bentor sendiri, dari sisi undang-undang juga tidak jelas kategorinya sebagai angkutan umum apa. Ini yang menjadi persoalan,” jelasnya.

Pemda sebelumnya merancang skema scrapping untuk mempercepat peralihan dari bentor menuju becak listrik.

Setiap becak listrik yang diberikan idealnya menggantikan satu bentor yang dihilangkan dari peredaran. 

“Program scrapping-nya dulu direncanakan satu banding dua, tapi akhirnya kami beri kelonggaran menjadi satu banding satu. Tapi di lapangan muncul kelompok-kelompok, dan ada suplai bentor dari luar yang kami juga tidak tahu bagaimana koordinasinya,” ungkapnya.

Baca juga: Wacana Pemkot Yogyakarta Alihkan Bentor ke Becak Listrik, Ini Respon Legislatif

Di luar persoalan bentor, Pemda DIY juga menyoroti kehadiran kendaraan roda tiga berbasis aplikasi, MaxRide, yang mulai beroperasi di Yogyakarta. 

Menurut Ni Made, seluruh aspek perizinan harus diperiksa secara menyeluruh. 

“Dari sisi regulasi harus dilihat dari mana dulu. Misalnya perizinan perdagangan apakah sudah diselesaikan atau belum. Lalu definisi angkutan orang dan barang seperti apa. Kita juga melihat aturan teknis dari Kemenhub, di sana sudah jelas diatur apa yang disebut angkutan penumpang,” ujarnya.

Ia menilai ada ketidaksesuaian teknis pada kendaraan tersebut.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved