Fenomena Bunuh Diri di Kalangan Remaja, Psikolog UGM Sebut Gen Alpha Rentan Depresi
Generasi Alpha memiliki karakteristik unik yang membuat mereka lebih rentan terhadap tekanan psikologis dibandingkan generasi sebelumnya.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
“Kurangnya dialog yang empatik antara orang tua dan anak membuat proses pertolongan pertama psikologis tidak berjalan dengan baik,” paparnya.
Tantangan lain yang muncul adalah rendahnya kemampuan anak dalam mengatur emosi akibat minimnya literasi emosi di lingkungan keluarga.
Dalam banyak kasus, peran pengasuhan kini banyak digantikan oleh media digital, sehingga anak-anak kehilangan kesempatan belajar langsung dari orang tua tentang bagaimana mengekspresikan dan mengelola perasaan dengan sehat.
“Paparan dunia digital yang tidak terkontrol semakin memperparah kondisi ini karena anak-anak seringkali tidak memiliki filter dalam menyerap informasi atau membandingkan diri dengan orang lain di media sosial,” tambahnya.
Langkah Konkret
Untuk menekan risiko depresi dan tindakan ekstrem pada anak, Nurul menegaskan pentingnya langkah konkret dari keluarga dan sekolah sebagai dua lingkungan utama tempat anak tumbuh.
Di tingkat keluarga, orangtua perlu menerapkan aturan screen time yang bijak untuk seluruh anggota keluarga, bukan hanya anak-anak.
Selain itu, orangtua diharapkan berperan aktif sebagai “pelatih emosi” dengan menanamkan contoh ekspresi emosi yang positif dan terbuka.
“Keluarga perlu membangun komunikasi yang suportif dan meningkatkan literasi kesehatan mental agar bisa mendeteksi tanda-tanda awal perubahan perilaku anak,” ujarnya.
Di sisi lain, sekolah juga memiliki peran penting dalam membangun sistem kesehatan mental yang menyeluruh.
Nurul mendorong sekolah untuk mengembangkan school-based mental health system yang berfokus pada upaya promotif dan preventif, bukan sekadar penanganan setelah terjadi masalah.
Sekolah juga perlu menyediakan mekanisme rujukan ke psikolog atau konselor, melatih guru sebagai gatekeeper untuk mendeteksi perubahan perilaku siswa, serta mengintegrasikan pembelajaran sosial dan emosional (Social Emotional Learning/SEL) dalam kurikulum.
“Sekolah harus memastikan bahwa setiap anak merasa aman, terbebas dari tekanan sosial maupun perundungan,” tuturnya.
Dalam jangka panjang, Nurul berharap generasi Alpha dapat tumbuh di lingkungan yang ramah kesehatan mental. Ia menegaskan pentingnya pendidikan yang tidak hanya menekankan pada kecerdasan intelektual, tetapi juga ketahanan emosional.
“Harapan saya, anak-anak tumbuh di lingkungan yang memvalidasi emosi, mengajarkan literasi emosi, dan berani meminta pertolongan ketika tidak baik-baik saja. Mereka perlu hidup di lingkungan yang sehat secara psikologis, baik di rumah, di sekolah, maupun di ruang digital,” ujarnya.
Fenomena bunuh diri di kalangan anak dan remaja seharusnya menjadi momentum refleksi bersama bagi seluruh masyarakat. Tanpa dukungan emosional yang cukup, rumah dan sekolah dapat berubah dari tempat tumbuh menjadi ruang sunyi yang mengabaikan rapuhnya mental anak.
Universitas Gadjah Mada melalui Center for Public Mental Health terus berkomitmen untuk meningkatkan literasi dan kesadaran publik mengenai pentingnya kesehatan mental anak dan remaja melalui riset, edukasi, serta advokasi kebijakan publik. (*)
| Fenomena Bunuh Diri Anak, Alarm Darurat bagi Kesehatan Mental Generasi Alpha |
|
|---|
| Seorang Pemuda di Bantul Ditemukan Tewas Gantung Diri, Begini Keterangan Polisi |
|
|---|
| Guru Besar UGM Sebut Ada Eskalasi Emosi pada Pelaku Pembunuhan di Gamping, Tidak Ada Kelainan |
|
|---|
| Fakultas Peternakan UGM Dorong Riset Aplikatif untuk Majukan Industri Susu Nasional |
|
|---|
| Psikolog UGM: Pelaku Pembunuhan di Gamping Diduga Alami Konflik Cinta dan Rasa Bersalah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/ilustrasi-depresi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.