Wanita Muda Tewas di Gamping
Guru Besar UGM Sebut Ada Eskalasi Emosi pada Pelaku Pembunuhan di Gamping, Tidak Ada Kelainan
Melihat eskalasi emosi pelaku, ia menyebut pembunuhan yang dilakukan tidak terencana. Ia menilai tidak ada kelainan psikologis
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Yoseph Hary W
Ringkasan Berita:
- Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof.Drs. Koentjoro Soeparno, MBSc., Ph.D, menyebut ada eskalasi emosi yang memuncak saat pelaku melakukan pembunuhan.
- Korban adalah kekasihnya. Pelaku sangat mencintai namun penolakan korban membuat pelaku sangat kecewa.
- Melihat eskalasi emosi pelaku, ia menyebut pembunuhan tidak terencana, tidak ada kelainan psikologis.
- Selain pelaku, anak korban juga harus mendapat pendampingan psikologis karena kehilangan ibu tunggal.
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Polresta Sleman berhasil meringkus pelaku pembunuhan di Mejing Wetan, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Pelakunya ialah LBW (54) yang tak lain adalah kekasih korban.
Tersangka sakit hati karena cintanya ditolak, dan korban enggan melanjutkan hubungan yang sudah berjalan sekitar 3-4 bulanan.
Menurut Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof.Drs. Koentjoro Soeparno, MBSc., Ph.D, ada eskalasi emosi yang memuncak saat pelaku melakukan pembunuhan.
Hal itu terlihat dari darah yang mencuat dari leher korban, sekaligus menunjukkan korban masih hidup saat dibunuh.
Kecewa
Ia menilai pelaku sangat mencintai dan sangat berharap bisa melanjutkan hubungan dengan korban. Penolakan korban membuat pelaku sangat kecewa.
“Barangkali korban menggunakan konsep jinak-jinak merpati, sehingga pelaku merasa punya harapan (melanjutkan hubungan). Tetapi ketika ditolak, marah lah dia (pelaku). Korban ini kan ibu anak satu, sehingga pelaku mungkin jadi semakin berharap. Tetapi ketika ditolak, pelaku ini jadi kalap,” katanya, Kamis (06/11/2025).
“Saya melihat nuansa kalapnya itu besar. Ada eskalasi kemarahan, mungkin di rumahnya ada sesuatu, jadi ini eskalasi emosi yang membuat seseorang jadi kalap. Jelas tidak bisa meregulasi emosi, karena (emosi) selalu numpuk-numpuk, meningkat,” sambungnya.
Tidak terencana
Melihat eskalasi emosi pelaku, ia menyebut pembunuhan yang dilakukan tidak terencana. Pembunuhannya pun terbilang sadis. Kendati demikian, ia menilai tidak ada kelainan psikologis.
“Meski tidak terencana, tapi sadis. Enggak (tidak ada kelainan), karena emosi yang tadi, barangkali merasa amat kecewa,” lanjutnya.
Di sisi lain, ia merasa pelaku memiliki rasa bersalah. Pasalnya setelah membunuh korban, pelaku ke makam orang tuanya dan minum obat serangga untuk mengakhiri hidup.
Butuh pendampingan
Meski berstatus tersangka dan akan mendapat hukuman, pelaku tetap membutuhkan pendampingan psikologis. Hal itu karena pelaku membunuh orang yang dicintai.
Tak hanya pelaku, anak korban juga harus mendapatkan pendampingan psikologis. Perlu juga ditinjau sejauh mana anak korban mengetahui peristiwa nahas yang menimpa ibunya.
“Anak korban juga perlu mendapatkan pendampingan. Karena merasa ibunya tidak ada, dan selama ini hanya hidup dengan ibunya (ibu tunggal). Jadi harus tetap mendapatkan pendampingan,” pungkasnya. (maw)
| Pembunuh Janda Muda di Gamping Terancam 15 Tahun Penjara |
|
|---|
| Sakit Hati Cinta Ditolak, Motif di Balik Pembunuhan Janda Muda di Gamping |
|
|---|
| Kasus Wanita Tewas Disayat di Sleman, Pelaku Ditemukan Tak Berdaya di Pemakaman |
|
|---|
| Psikolog UGM: Pelaku Pembunuhan di Gamping Diduga Alami Konflik Cinta dan Rasa Bersalah |
|
|---|
| Pelaku Pembunuhan Wanita Muda di Sleman Ditangkap Selang Satu Jam Setelah Penemuan Mayat Korban |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.