Fenomena Bunuh Diri di Kalangan Remaja, Psikolog UGM Sebut Gen Alpha Rentan Depresi

Generasi Alpha memiliki karakteristik unik yang membuat mereka lebih rentan terhadap tekanan psikologis dibandingkan generasi sebelumnya. 

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
pixabay.com
ILUSTRASI - Depresi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kasus bunuh diri yang melibatkan anak-anak dan remaja akhir-akhir ini menjadi perhatian serius berbagai kalangan. 

Terbaru seorang pemuda berinisial AY (25) warga Sendangsari, Pajangan, Kabupaten Bantul ditemukan meninggal dunia dengan kondisi gantung diri di rumahnya, pada Senin (10/11/2025).

Sementara secara nasional, dalam sebulan terakhir, empat insiden dugaan bunuh diri anak terjadi di Sumatera Barat dan Jawa Barat. 

Peristiwa tersebut menimbulkan keprihatinan mendalam sekaligus menjadi sinyal darurat bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental generasi muda, terutama generasi Alpha, yakni anak-anak yang lahir pada rentang tahun 2010 hingga 2024.

Menanggapi fenomena tersebut, Manajer Center for Public Mental Health (CPMH) Universitas Gadjah Mada, Nurul Kusuma Hidayati, M Psi Psikolog, menyebut meningkatnya kasus bunuh diri harus dipandang sebagai alarm darurat yang menunjukkan perlunya langkah cepat dan kolaboratif untuk melindungi kesehatan mental anak.

"Ini sudah semacam wake-up call yang harus membuat semua pihak waspada. Sudah saatnya setiap elemen bangsa melihat kesehatan mental anak sebagai hal yang penting untuk diperhatikan. Anak tidak hanya perlu sejahtera secara prestasi, tetapi juga secara mental,” ujarnya pada Rabu (12/11/2025).

Menurut Nurul, generasi Alpha memiliki karakteristik unik yang membuat mereka lebih rentan terhadap tekanan psikologis dibandingkan generasi sebelumnya. 

Mereka tumbuh dalam paparan teknologi digital sejak lahir, hidup di tengah banjir informasi, serta berinteraksi intensif di dunia maya.

Kondisi ini membuat mereka akrab dengan dunia digital, tetapi di sisi lain rentan terhadap kelelahan emosional (emotional burnout).

“Mereka berisiko lebih dini mengalami kelelahan emosional, sementara kemampuan pengelolaan pikirannya belum matang. Kombinasi ini berpotensi membuat anak terjebak dalam tekanan mental yang berat hingga berujung pada tindakan ekstrem,” jelasnya.

Baca juga: Siswa SMA di Jogja Terindikasi Alami Kecemasan dan Depresi Tingkat Sedang hingga Tinggi

Lebih lanjut, Nurul mengungkapkan bahwa ada sejumlah tantangan besar dalam mencegah depresi pada generasi Alpha. 

Salah satunya adalah rendahnya literasi kesehatan mental masyarakat. 

Masih banyak orangtua dan guru yang belum memahami tanda-tanda awal gangguan psikologis pada anak. 

Akibatnya, deteksi dini tidak terjadi dan masalah psikologis dibiarkan berkembang hingga mencapai titik krisis. 

Selain itu, komunikasi antar generasi yang berjarak juga menjadi tantangan tersendiri. 

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved