Jogja Tangguh Bencana, Kolaborasi untuk Melindungi Warisan Budaya dari Risiko Alam

Banjir genangan, gempa bumi, kebakaran, hingga abu vulkanik Gunung Merapi menjadi risiko yang tak pernah jauh dari keseharian warga.

Dok.Istimewa
Podcast Bincang Tangguh Bencana tentang upaya membangun ketangguhan berbasis kampung di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta. 

“Bangunan-bangunan di kawasan Sumbu Filosofi itu sebagian besar dibangun dengan sistem tradisional,” tutur Jusman. “Tamansari misalnya, dibangun dari bata tanpa tulangan baja. Dulu, gempa besar tahun 1867 merusaknya dengan cukup parah sehingga taman air itu lama terbengkalai. Kondisi seperti itu menunjukkan perlunya penilaian menyeluruh terhadap ketahanan struktur bangunan bersejarah.”

Jusman menambahkan, Masjid Gedhe Kauman memiliki konstruksi yang kuat, tetapi tetap memiliki elemen yang rentan bila terjadi gempa besar.

Sementara Pasar Beringharjo, bangunan kolonial yang kokoh, menghadapi risiko kebakaran tinggi karena padatnya aktivitas perdagangan.

“Secara umum, bangunan lama sebenarnya kuat karena sudah teruji waktu,” ujarnya. “Tapi semuanya bergantung pada perawatan. Kalau tidak terawat, maka risiko bencananya meningkat. Karena itu perlu kerja sama antara instansi kebudayaan dan lembaga kebencanaan agar warisan budaya ini tetap aman dan lestari.”

Podcast Bincang Tangguh Bencana kali ini menunjukkan satu hal penting: kesiapsiagaan bukan hanya urusan teknis, tetapi juga bagian dari budaya. 

Dalam masyarakat yang hidup di kawasan rawan bencana seperti Yogyakarta, membangun ketangguhan berarti menanamkan kesadaran kolektif bahwa keselamatan, pelestarian, dan nilai budaya harus berjalan berdampingan.

“Kita harus sadar bahwa gempa tidak membunuh manusia. Yang mematikan adalah bangunan yang roboh karena tidak tahan gempa,” ujar Noviar. 

“Karena itu latihan, simulasi, dan pengetahuan dasar harus menjadi bagian dari kebiasaan hidup. Orang yang terbiasa dilatih pun masih bisa panik saat bencana, apalagi yang belum pernah.”

“Jogja Tangguh Bencana” bukan sekadar slogan, melainkan cermin dari semangat gotong royong khas Yogyakarta. Di wilayah yang berdiri di atas jalur sesar dan di bawah bayangan Merapi, masyarakat belajar untuk tidak takut, tetapi siap. Karena pada akhirnya, ketangguhan itu tumbuh dari hal yang paling dekat: kampung, budaya, dan kesadaran untuk saling menjaga. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved