Jogja Tangguh Bencana, Kolaborasi untuk Melindungi Warisan Budaya dari Risiko Alam

Banjir genangan, gempa bumi, kebakaran, hingga abu vulkanik Gunung Merapi menjadi risiko yang tak pernah jauh dari keseharian warga.

Dok.Istimewa
Podcast Bincang Tangguh Bencana tentang upaya membangun ketangguhan berbasis kampung di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Di wilayah yang dikenal dengan harmoni budaya dan kehidupan masyarakatnya, bencana tetap menjadi ancaman nyata.

Banjir genangan, gempa bumi, kebakaran, hingga abu vulkanik Gunung Merapi menjadi risiko yang tak pernah jauh dari keseharian warga.

Melalui program Jogja Tangguh Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta berupaya menumbuhkan kesiapsiagaan masyarakat hingga ke tingkat kampung.

Program ini menitikberatkan pada pembentukan Kampung Tangguh Bencana (KTB) yang berperan sebagai basis edukasi dan aksi cepat masyarakat dalam mitigasi serta penanganan bencana.

Inisiatif ini tak berdiri sendiri, melainkan digerakkan oleh kolaborasi berbagai unsur: pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, dan masyarakat.

“Bencana bisa terjadi di mana saja dan kapan saja,” ujar Nur Hidayat, Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta. 

“Tidak ada tempat yang benar-benar bebas dari risiko. Bahkan kawasan yang bernilai sejarah dan budaya seperti Sumbu Filosofi pun tetap memiliki potensi bencana. Karena itu kami berupaya mengedukasi masyarakat agar mampu menjaga kesejahteraan dan keselamatan dalam setiap bentuk perencanaan pembangunan, terutama di kawasan bersejarah.”

Menurut Hidayat, upaya ini menjadi penting karena Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota budaya, tetapi juga wilayah yang rawan terhadap berbagai ancaman alam.

Maka, kesadaran kolektif dan peran masyarakat menjadi kunci agar kota ini benar-benar tangguh dalam menghadapi situasi darurat.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Dr. Noviar Rahmad, menjelaskan bahwa ketangguhan tidak hanya menjadi urusan masyarakat, melainkan juga lembaga pendidikan dan institusi budaya.

Dalam satu hari, ia meninjau simulasi kebencanaan di madrasah negeri di Bantul, bagian dari program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).

“Kami tidak hanya mendorong masyarakat tangguh, tetapi juga satuan pendidikan yang tangguh menghadapi bencana,” kata Noviar. “Di sekolah, siswa diajak memahami apa yang harus dilakukan ketika gempa atau kebakaran terjadi. Dari sana, kita menanamkan kebiasaan kesiapsiagaan sejak dini.”

Menurut Noviar, tantangan terbesar ada pada kawasan padat dan bernilai sejarah seperti Sumbu Filosofi Yogyakarta — kawasan yang menghubungkan Panggung Krapyak, Keraton, dan Tugu Pal Putih, dan kini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.

“Salah satu artikel dalam penetapan itu menegaskan pentingnya menciptakan masyarakat tangguh bencana di kawasan Sumbu Filosofi,” ujarnya. 

“Berdasarkan mandat tersebut, BPBD DIY bersama Balai Pelestarian Kebudayaan, Dinas Kebudayaan, Balai Pengelolaan Sumbu Filosofi, dan World Bank, serta dukungan teknis dari Pusat Studi Bencana UGM, telah menyusun Disaster Risk Management Plan (DRMP) atau Rencana Penanggulangan Risiko Bencana. Dokumen ini menjadi syarat utama dari UNESCO.”

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved