Cuaca Ekstrem Mengintai, Kesadaran Warga Kota Yogya Hadapi Potensi Bencana Jadi Kunci Mitigasi

Kesadaran dan kewaspadaan warga Kota Yogyakarta terhadap potensi kebencanaan dianggap jadi faktor krusial di musim penghujan

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Istimewa
Suasana siniar Bincang Tangguh Bencana, dengan tema 'Membangun Ketangguhan Berbasis Kampung', Selasa (28/10/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Memasuki musim penghujan dengan intensitas cuaca ekstrem yang tinggi, kesadaran dan kewaspadaan warga Kota Yogyakarta terhadap potensi kebencanaan dianggap jadi faktor krusial. 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta pun menekankan pentingnya kesiapan masyarakat, khususnya di tingkat kampung, untuk meminimalisir risiko dan korban jiwa.

​Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta, Nur Hidayat, menandaskan, bahwa berdasarkan kajian risiko, Kota Yogyakarta memiliki setidaknya tujuh potensi bencana, dengan tiga di antaranya menjadi perhatian utama.

​"Dari kajian risiko yang sudah kami buat, nomor satu memang gempa. Kemudian juga banjir, lalu cuaca ekstrem," ujarnya, dalam siniar Bincang Tangguh Bencana, dengan tema 'Membangun Ketangguhan Berbasis Kampung', Selasa (28/10/2025).

​Nur Hidayat menambahkan, dari berbagai potensi tersebut, cuaca ekstrem adalah ancaman yang paling sering terjadi setiap tahunnya, termasuk akhir-akhir ini.

Dampak yang ditimbulkan pun beragam, mulai dari pohon tumbang, atap rumah roboh, genangan air, hingga munculnya penyakit menular.

​Ia menegaskan, pembentukan Kampung Tangguh Bencana (KTB) di wilayah-wilayah bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan responsivitas masyarakat, baik dalam pencegahan maupun penanganan.

​"Harapannya, KTB bisa memanajemen risiko, dengan maksud mengurangi, menghilangkan, atau mengeliminasi sedikit mungkin korban jiwa yang terjadi kalau terjadi suatu kebencanaan," tegasnya.

​Ancaman bencana pun diyakini bukan sekadar potensi, namun pernah dirasakan langsung oleh penduduk.

Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Agus Riyanto, yang juga merupakan personel KTB, membenarkan adanya keluhan dan laporan dari masyarakat terkait dampak bencana.

​Meski, Agus mencontohkan, wilayahnya di sepanjang Kali Code yang dulunya tergolong rawan banjir, dewasa ini mulai teratasi setelah pembangunan tanggul. 

​"Pernah terjadi waktu cuaca ekstrem itu, hujan lebat, sampai ada rumah warga yang roboh. Tapi, saya komunikasikan langsung dengan Pak Lurah dan BPBD, langsung ditindaklanjuti dengan programnya, sampai diperbaiki rumahnya," ungkapnya.

​Sementara di tingkat komunitas, kesadaran akan risiko bencana kini semakin menguat. Ketua Forum KTB Kota Yogyakarta, Tri Handoko Putro, mengakui bahwa dulu bencana masih dianggap sebagai hal yang tabu atau 'pamali' untuk dibicarakan.

​Namun, menurutnya, momentum gempa dahsyat pada 27 Mei 2006, menjadi titik balik yang meningkatkan kesadaran masyarakat secara signifikan.

​"Setelah pengalaman bencana yang begitu besar ketika terjadi gempa bumi dahsyat tahun 2006, kesadaran masyarakat semakin tinggi terhadap ketangguhan bencana ini," jelasnya.

​Handoko pun sangat meyakini peran penting KTB, di mana warga di kawasan setematlah yang paling memahami kondisi lingkungannya sendiri.

​"Warga tangguh itu lebih memahami, karena kita sudah ada komunitasnya, di tingkat kampung ini kan. Mereka paling bisa mengenali dan tahu betul kaitan dengan potensi (bencana) yang ada di kampungnya sendiri," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved