Jogja Tangguh Bencana, Kolaborasi untuk Melindungi Warisan Budaya dari Risiko Alam

Banjir genangan, gempa bumi, kebakaran, hingga abu vulkanik Gunung Merapi menjadi risiko yang tak pernah jauh dari keseharian warga.

Dok.Istimewa
Podcast Bincang Tangguh Bencana tentang upaya membangun ketangguhan berbasis kampung di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta. 

Dalam kajian DRMP tersebut, tim mengidentifikasi 144 atribut bersejarah yang tersebar di tujuh kapanewon(kecamatan), enam di Kota Yogyakarta dan satu di Bantul.

Atribut ini kemudian dikelompokkan ke dalam lima kawasan utama: Keraton dan Alun-Alun, Gerbang dan Pagar, Taman Sari, Masjid Gedhe, dan kawasan kompleks Kepatihan.

Kawasan Beringharjo juga termasuk titik vital karena berfungsi sebagai pusat ekonomi di jalur Sumbu Filosofi.

Hasil kajian DRMP menemukan lima risiko utama yang mengancam kawasan warisan dunia itu.

Pertama, gempa bumi, karena Yogyakarta dilalui oleh lima sesar aktif: Kenteng, Opak, Oyo, Progo, dan Mataram.

Kedua, kebakaran, yang sering terjadi karena padatnya permukiman dan sempitnya akses menuju lokasi-lokasi di sekitar keraton. 

Ketiga, banjir genangan akibat sistem drainase yang sempit dan sering tersumbat. Keempat, cuaca ekstrem yang bisa menyebabkan pohon tumbang dan merusak bangunan cagar budaya.

Terakhir, letusan Gunung Merapi, yang abu vulkaniknya berpotensi merusak benda pusaka dan struktur bangunan tua.

“Dari Januari sampai Oktober tahun ini, kejadian kebakaran masih yang tertinggi di wilayah perkotaan,” ujar Noviar. 

“Oleh karena itu, dalam penataan kawasan bersejarah seperti Sumbu Filosofi, perlu perhatian khusus terhadap potensi kebakaran, selain ancaman lain seperti gempa atau cuaca ekstrem.”

BPBD DIY, lanjutnya, telah membentuk Sekretariat Bersama (Sekber) Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2004 dan Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 60 Tahun 2004.

Namun, hasil evaluasi menunjukkan perlunya revisi agar BPBD provinsi dan kota lebih terlibat aktif.

“Kami juga telah membentuk satuan siaga di Keraton yang disebut Drang Rahono Rambacono,” kata Noviar. 

“Kelompok ini terdiri dari abdi dalem yang dilatih untuk penanggulangan bencana dan kebakaran di lingkungan Keraton. Kami juga sedang menyusun Rencana Kontinjensi Gempa, karena penanganan bencana di lingkungan Keraton tidak bisa disamakan dengan lokasi umum. Di sana ada benda pusaka dan tata aturan adat yang harus dihormati.”

Dari perspektif kebudayaan, kawasan Sumbu Filosofi dan situs-situs di sekitarnya memang unik sekaligus rentan. Jusman, Pamong Budaya Ahli Pertama dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, menjelaskan bahwa hampir semua dari 144 atribut di kawasan tersebut merupakan bangunan tradisional tanpa struktur bertulang.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved