Curhat Pedagang dan Jukir eks TPK Abu Bakar Ali di Kawasan Menara Kopi Yogya, Sepi Tanpa Pemasukan
Minimnya kunjungan wisatawan membuat kawasan Menara Kopi sepi, dan roda perekonomian pedagang pun seret
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
“Selama direlokasi itu kami tidak ada aktivitas sama sekali. Sudah lima bulan ini tidak ada kegiatan apa pun karena dari pemerintah sendiri belum ada pendampingan,” tutur Saiful.
“Sekarang baru mulai berjualan lagi, karena sebelumnya kami benar-benar tidak punya pemasukan sama sekali.”
Menurut Saiful, jumlah kendaraan yang parkir di Menara Kopi nyaris tidak ada, bahkan pada akhir pekan.
Ia menyebut dalam satu hari, kadang tak satupun kendaraan masuk.
“Sedikit sekali, hampir tidak ada. Nol, bisa dibilang begitu. Kadang ada satu dua kendaraan di hari Minggu, tapi minggu berikutnya tidak ada sama sekali. Tidak menentu, dan itu pun tanpa ada kebijakan atau dukungan dari pemerintah,” ujarnya.
Ia menilai lokasi Menara Kopi sebenarnya strategis karena dekat dengan pusat kota.
Namun, potensi itu tak dimanfaatkan karena parkir liar di Jalan Margo Utomo dan sekitar Tugu justru tetap dibiarkan.
“Sebenarnya tempat ini efektif dan strategis, tapi masalahnya kami kalah dari parkir liar,” ujarnya.
“Pemerintah Kota Yogyakarta menurut saya agak abai. Kami sudah direlokasi dengan baik, tapi pemerintah belum bisa menertibkan parkir liar. Parkir liar itu tidak bayar pajak, sementara kami yang resmi di sini harus bayar pajak,” katanya.
Minimnya pemasukan membuat sebagian jukir memilih kembali menjadi parkir liar. Saiful sendiri mengaku kini melakukannya agar bisa menyambung hidup.
“Sekarang enggak ada pendapatan. Akhirnya saya sendiri malah jadi parkir liar, karena memang enggak ada pilihan lain,” ucapnya.
“Dulu Alhamdulillah, pendapatannya lumayan. Bisa mencukupi kebutuhan keluarga, bisa bayar sekolah anak, sampai biaya gedung sekolah. Sekarang enggak ada sama sekali. Sampai sekarang saya masih punya tunggakan di Muhammadiyah, sekitar Rp12 juta.”
Saiful menuturkan, relokasi ke Menara Kopi bukan kali pertama. Sejak awal 2000-an, ia dan rekan-rekannya sudah beberapa kali dipindahkan tanpa perlawanan.
“Pertama dari Abu Bakar Ali sekitar tahun 2001 sampai 2003 waktu ada pembangunan baru, kami berhenti lima bulan waktu itu, tapi enggak demo. Tahun 2015 dibangun lagi yang bertingkat setelah gempa, kami juga berhenti tujuh bulan, tetap sabar. Nah, sekarang direlokasi lagi dan sudah lima bulan seperti ini,” ujarnya.
Saiful memperkirakan ada sekitar 230 pedagang dan jukir yang terdampak langsung relokasi ke Menara Kopi.
| Kasus Temuan Bayi dalam Kotak di Sleman, Dua Hari, Dua Bayi |
|
|---|
| Keracunan MBG Terulang di Sleman, Ratusan Siswa dari Tiga Sekolah Alami Mual hingga Diare |
|
|---|
| Gandeng BPD DIY, Pemkot Yogyakarta Kembali Bedah Dua Rumah Tidak Layak Huni |
|
|---|
| Pemkot Yogyakarta Targetkan 'Zero New Stunting', Jalin Kolaborasi Bareng K-24 Group dan Sarihusada |
|
|---|
| Kisah Mahasiswa di Jogja Jadi Dukuh Kajor Sleman, Usia Baru 20 Tahun, Bertekad Bawa Perubahan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Area-parkir-Malioboro-13102025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.