Cegah Kasus TPPO, 10 Desa di Gunungkidul Jadi Binaan Imigrasi

Pembentukan desa binaan merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat di daerah rawan TPPO.

Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Yoseph Hary W
Freepik
Ilustrasi TPPO 
Ringkasan Berita:
  • Kantor Wilayah Imigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membentuk 10 desa binaan imigrasi di wilayah perbatasan Kabupaten Gunungkidul dan Jawa Tengah.
  • Pembentukan desa binaan tersebut untuk mencegah maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penempatan pekerja migran non-prosedural,

 

Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Untuk mencegah maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penempatan pekerja migran non-prosedural, Kantor Wilayah Imigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membentuk 10 desa binaan imigrasi di wilayah perbatasan Kabupaten Gunungkidul dan Jawa Tengah.

Kawasan tersebut dikenal sebagai salah satu kantong tenaga kerja Indonesia (TKI) sehingga rawan menjadi sasaran praktik perdagangan orang.

Kepala Kantor Wilayah Imigrasi DIY Teddy Riyandi mengatakan, pembentukan desa binaan merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat di daerah rawan TPPO.

“Program ini merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Intelijen Keimigrasian. Kami membentuk desa binaan agar masyarakat di wilayah perbatasan lebih waspada terhadap praktik TPPO,” ujarnya dalam keterangannya, pada Selasa (11/11/2025).

Dari 16 kalurahan yang menjadi sasaran pembinaan, sepuluh di antaranya berada di Kapanewon Semin, yakni Bendung, Bulurejo, Candirejo, Kalitekuk, Karangsari, Kemejing, Pundungsari, Rejosari, Semin, dan Sumberejo.

Menurut Teddy, desa binaan imigrasi menjadi bentuk nyata pencegahan dini terhadap potensi perdagangan orang. Setiap desa nantinya akan memiliki petugas pembina keimigrasian yang siap menerima laporan masyarakat terkait aktivitas mencurigakan.

“Tiap kalurahan nanti memiliki petugas on-call yang siap turun lapangan. Kami sadar, keterbatasan SDM membuat sistem ini harus fleksibel, tapi inilah bentuk komitmen kami agar masyarakat tidak menjadi korban. Tahun ini tahap awal, tapi tahun depan kami targetkan jumlah desa binaan bertambah,” katanya.

Banyak yang ke luar negeri

Sementara itu, Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Kepatuhan Internal Kanwil Direktorat Jenderal Imigrasi DIY, K.A. Halim, menambahkan, desa-desa di Semin dipilih karena dihuni masyarakat usia produktif dengan banyak warga yang bekerja di luar daerah maupun luar negeri.

“Desa-desa ini dihuni masyarakat usia produktif. Sebagian besar warganya bekerja di luar daerah bahkan di luar negeri. Kondisi ini menjadi potensi sekaligus kerawanan terhadap praktik penempatan pekerja migran non-prosedural,” papar Halim.

Ia menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, pemerintah daerah hingga tingkat desa memiliki peran strategis dalam edukasi dan pengawasan calon pekerja migran.

“Kami ingin masyarakat semakin paham dan berani menolak tawaran kerja ke luar negeri yang tidak jelas. Edukasi adalah benteng pertama agar mereka tidak menjadi korban,” urainya (ndg)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved