Taman Kesenian Tamansiswa Yogyakarta: Sanggar Tradisi untuk Anak dan Remaja
Berpegang pada nilai dan ajaran budi pekerti Ki Hadjar Dewantara, Taman Kesenian Tamansiswa menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk bertumbuh.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Pementasan yang belum lama diikuti oleh anak-anak Taman Kesenian adalah pementasan langen carita bertajuk “Bumi Lestari” karya Ki Oengki Soekirno, yang dipentaskan dalam rangkaian Jayadipuran Culture and Art 2025 pada akhir Oktober 2025.
Yuli Miroto, putri Ki Oengki Soekirno, juga merupakan pamong pelatih sekaligus Ketua Taman Kesenian Tamansiswa yang turut serta melatih anak-anak bersama Hapsari.
Keduanya mengatakan ada kebahagiaan tersendiri melihat anak-anak berproses bersama sepanjang latihan hingga hari pementasan.
“Waktu pemilihan peran kemarin anak-anak juga kami libatkan, mau main jadi siapa sajanya. Karena ini bukan lomba dan juga tidak dibatasi pesertanya, jadi kita ajak semuanya supaya mereka bisa ikut merasakan pentas,” cetus Yuli, Kamis (13/11/2025).
Selama melatih anak-anak menuju pementasan, baik Yuli dan Hapsari mengaku tetap adanya kesulitan dalam mengoordinasi anak-anak dalam jumlah banyak.
Namun hal itu justru membuat mereka termotivasi untuk mengajarkan tanggung jawab dan budi pekerti kepada anak.
“Bagaimana melalui berkesenian itu anak-anak akan belajar mengolah dan memperhalus rasanya, itu yang berusaha kami tanamkan selama latihan,” ujar Yuli.
Hal tersebut berjalan beriringan dengan ungkapan "Ambuka Raras Angesti Wiji", yang penanda prasastinya dapat ditemui di anak tangga depan Pendopo Agung Tamansiswa.
Ungkapan tersebut memiliki arti kesenian melandasi pendidikan.
“Seperti yang ditulis Ki Hadjar Dewantara di dalam Buku Pendidikan yang berisi esai tulisan beliau, kesenian menempati posisi yang istimewa di dalam proses pendidikan anak. Mengapa dikatakan istimewa, karena kesenian salah satu yang paling dekat dengan proses meluhurkan kebudayaan. Dan melalui Taman Kesenian, kami mencoba untuk mengaplikasikan itu,” jelas Cak Lis, pendiri Laboratorium Sariswara Tamansiswa yang juga membawahi Taman Kesenian, Kamis (13/11/2025).
Baca juga: Merawat Warisan Piano Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta
Terbang Tinggi Namun Tetap Membumi
Meski masuk dalam kategori sanggar kesenian, Cak Lis menegaskan Taman Kesenian tidak serta merta bertujuan untuk mencetak seniman namun lebih untuk membantu anak mengenali potensi diri.
“Taman Kesenian hanyalah batu loncatan anak-anak untuk mengembangkan sayapnya di dunia luar,” tukasnya.
Hapsari mengatakan, anak-anak yang setelah lama berproses di Taman Kesenian tidak hanya berhasil terbentuk karakternya namun juga bertambah tingkat kepercayaan dirinya.
Ia bercerita bagaimana dulunya anak-anak yang ketika pertama kali datang masih pendiam dan pemalu, tetapi dalam prosesnya kepercayaan diri tumbuh secara alami dalam diri mereka.
“Anak-anak kecil itu di awal-awal juga ada yang mintanya nempel terus sama orang tuanya. Mau dolanan jamuran ya ibunya harus ikut. Setelah berproses dia malah jadi lebih nempel sama gurunya, jadi sudah bisa ditinggal orang tuanya dan mau main sama anak-anak yang lain,” ungkap Hapsari.
| Suka Duka Guru TK Menuntun Anak dengan Kasih dan Budi Pekerti |
|
|---|
| OMK Rayon Kulon Progo Gelar FKT ke-13, Perkuat Komitmen Upaya Pelestarian Warisan Budaya Lokal |
|
|---|
| Disbud Kulon Progo Siapkan Program Pelestarian hingga Pengembangan Kesenian yang Mati Suri |
|
|---|
| Cerita Guru Sekolah Inklusi di Yogyakarta Belajar Makna Hidup dari Anak-anak |
|
|---|
| Belajar Memahami Manusia Sambil Merawat Sejarah Bangsa Lewat Museum |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Pementasan-Langen-Carita-Taman-Kesenian.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.