Kedai Gong: Ngopi Rempah dan Hidupnya Ruang Diskusi di Tengah Kota Jogja
Tidak sekadar menjadi tempat ngopi dan wedangan, Kedai Gong menjadi ruang titik temu masyarakat dari berbagai kalangan.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Ringkasan Berita:
- Kedai Gong menawarkan wedang rempah dan kopi petani lokal di tengah kota Jogja.
- Racikan wedang rempah Kedai Gong dapat disesuaikan dengan kondisi dan permintaan dari pengunjung.
- Tak sekadar kedai kopi, tempat ini tumbuh jadi ruang perjumpaan dan diskusi lintas komunitas.
TRIBUNJOGJA.COM - Asap tipis mengepul dari cangkir enamel yang membawa serta hangat aroma kopi rempah di tengah dinginnya udara malam.
Di sudut gang kecil tidak jauh dari Sungai Code, Kedai Gong berdiri dengan berbekal racikan rempah Nusantara dan kopi murni hasil petani lokal.
Ide menghadirkan minuman rempah berangkat dari kegelisahan Pedro Indharto akan kondisi kesehatan pasca pandemi dan efek samping dari vaksin Covid yang memengaruhi daya tahan tubuh.
Ia memilih rempah-rempah sebagai wujud spirit kebijaksanaan masyarakat untuk bertahan hidup.
Rempah yang digunakan Pedro pada menu minuman Kedai Gong di antaranya jahe, kunir, kapulaga, kencur, pala, cengkeh, dan kayu manis.
Selain itu, gula yang digunakan juga merupakan gula aren alami.
Menu khas Kedai Gong dinamai Wedang Rempah Lanang dan Wedang Rempah Wedok.
“Kalau rempah lanang itu menggunakan tambahan kencur, kalau wedok nggak ada kencur. Terus yang lanang itu juga tidak ada kapulaga,” jelas Pedro, pemilik Kedai Gong, saat ditemui di kedainya, Rabu (12/11/2025).
Tidak sedikit pengunjung yang meminta racikan rempah di luar menu dan Pedro mengaku ia selalu bersedia menyesuaikan permintaan.
Beberapa kali ada pengunjung perempuan yang datang dengan perut sakit saat sedang datang bulan, mereka biasanya meminta untuk dibuatkan wedang rempah yang bisa membantu mengurangi rasa sakit.
Baca juga: Kisah Ayu Penyaji Jamu di Kedai Kopi Punk Ala Rich Yogyakarta
“Ada juga ketika dia pesan, kalau dia punya asam lambung, oh berarti saya harus kurangi jahenya sedikit nih, tapi unsur yang lain saya tingkatkan begitu,” ujarnya menambahkan.
Selain wedang rempah, Kedai Gong juga menawarkan menu kopi rempah.
Rasa asam pahit kopi yang dipadukan dengan rasa pedas jahe dan manisnya gula aren meninggalkan cita rasa khas di bibir dan tenggorokan.
Berbagai varian kopi masih menjadi menu andalan Kedai Gong sebagaimana kedai kopi pada umumnya.
Kopi yang disajikan di sana merupakan kopi murni yang diambil langsung dari hasil olahan petani lokal.
“Saya ngambil dari teman-teman pendamping petani, terus sama teman-teman diolah, dimasake. Saya ambil, masuk sini ada orang pesan ya saya grinder, sudah lalu saya buatkan kopinya,” tutur Pedro.
Lokasi kedai yang terletak di tengah perkampungan juga memengaruhi harga menu yang masih terjangkau.
Harga minuman mulai dari empat ribu sampai sepuluh ribu saja, termasuk kopi dan wedang rempah.
Ngopi, Literasi, Silaturahmi
Kedai yang berdiri sejak 2023 ini tidak sekadar menjadi tempat ngopi dan wedangan.
Setiap malam, ruang kecil Kedai Gong di tengah kampung Surokarsan itu berubah menjadi titik temu masyarakat dari berbagai kalangan untuk berdiskusi dan beradu argumen.
“Orang masuk ke sini, kalau dia mau membuka diri, akan berkenalan dengan orang-orang yang baru. Ini enaknya saya memanfaatkan ruangan yang kecil, kalau yang besar bisa jadi akan cuek-cuekan ya. Tapi dengan di sini ngobrolnya jadi bisa nyambung,” ucap Pedro.
Baca juga: Pesona Kedai Rempah di Tengah Himpitan Tren Coffee Shop Yogyakarta
Tidak hanya mahasiswa dan warga sekitar, mereka yang singgah ke Kedai Gong sangat beragam.
Mulai dari seniman, budayawan, sejarawan, aparatur negara, wartawan, politisi hingga anggota dewan.
Menurut Pedro, ruangan kecil di kedainya telah mampu memicu banyak interaksi dan diskusi menarik antar pengunjung yang belum mengenal satu sama lain.
Tidak jarang Pedro juga turut bergabung dalam sesi diskusi spontan dengan pengunjung.
Ia menambahkan bahwa ia sengaja tidak memberikan keterangan tentang apa saja kandungan wedang rempah, pun apa yang membedakan Wedang Rempah Lanang dengan Wedang Rempah Wedok, untuk memicu terbangunnya komunikasi dengan pengunjung.
Di sudut atas meja kasir, terukir tulisan "Jangan Pernah Lelah Untuk Indonesia" yang cukup mewakili spirit yang ingin ditularkan Pedro.
Saat pertama kali mendirikan Kedai Gong, Pedro mengungkapkan adanya keinginan agar kedainya dapat menjadi pertemuan tiga spirit Jogja yaitu kampus, kampung, dan keraton.
Ia menyampaikan, Kedai Gong selalu terbuka untuk menjadi ruang komunikasi bagi orang-orang dengan pemikiran yang berbeda.
“Harapannya tidak hanya berhenti pada diskusi, silaturahmi, tapi ada aksi-aksi yang membuat lebih baik negara. Dari sini bisa menciptakan sesuatu untuk kebaikan sesama, untuk kebaikan negeri,” tukas Pedro.
Dari racikan rempah dan kopi lokal, Pedro menyalakan kembali semangat ngopi rempah yang berisi.
Kedai Gong menjadi pengingat bahwa hal besar seringkali bermula dari ruang kecil yang dijalani dengan niat tulus. (MG Shafira Puti Krisnintya)
| Pedestrian Jogja Membawa Misi Inklusif bagi Pejalan Kaki |
|
|---|
| Perluas Pengawasan Partisipatif, Bawaslu Bantul Gaet Komunitas Motor Bukan Bikers Biasa |
|
|---|
| Kisah Ayu Penyaji Jamu di Kedai Kopi Punk Ala Rich Yogyakarta |
|
|---|
| Kisah Avis Haris dan Kedai Kopi Punk Ala Rich Yogya yang Sarat Filosofi |
|
|---|
| Punk Ala Rich: Gerai Kopi Serius dengan Pendekatan Misterius di Yogyakarta |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Suasana-Kedai-Gong-Jogja.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.