Izin Terhambat Kajian BBWSSO, Penambang Progo Minta Tetap Boleh Pakai Pompa Mekanik

Penambang Sungai Progo meminta Pemda DIY mempercepat proses perizinan dan rekomendasi penggunaan pompa mekanik

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
AUDIENSI - Puluhan penambang pasir yang tergabung dalam Perkumpulan Penambang Progo Sejahtera mendengarkan penjelasan Sekda DIY Ni Made Dwipanti Indrayanti saat audiensi di Kantor Gubernur DIY, Jalan Malioboro, Yogyakarta, Rabu (12/11/2025). Pertemuan membahas percepatan perizinan penambangan rakyat dan rekomendasi teknis penggunaan pompa mekanik di aliran Sungai Progo. 

Dampaknya, ratusan keluarga kehilangan sumber penghasilan utama. 

“Anak-anak kami yang sekolah jadi terkendala karena kami kehilangan penghasilan untuk biaya bensin, paket data, dan makan sehari-hari,” tutur Agung.

Menurut Agung, terdapat sekitar 840 kepala keluarga yang terdampak di dua kabupaten tersebut.

Mereka tergabung dalam 36 kelompok penambang rakyat yang sebelumnya beroperasi di sekitar 87 titik tambang.

Sebelum dihentikan, rata-rata pendapatan per penambang mencapai Rp100.000 hingga Rp150.000 per hari dengan volume produksi 15–17 meter kubik per titik tambang setiap hari.

Hingga kini, para penambang belum menerima kepastian dari pemerintah daerah mengenai boleh tidaknya penggunaan pompa mekanik.

“Katanya nanti akan dilihat dalam kajian. Mereka akan meninjau kembali izin tata ruang untuk menentukan alat apa yang boleh digunakan. Tapi sejauh ini hanya disebutkan pacul dan senggrong,” kata Agung.

Ia berharap pemerintah segera menetapkan kebijakan yang lebih berpihak pada penambang rakyat. 

Tunggu Kajian

Sekda DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti memastikan persoalan perizinan penambangan pasir di Sungai Progomasih menunggu hasil kajian teknis dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).

Kajian tersebut akan menjadi dasar kebijakan pemerintah daerah terkait penggunaan alat bantu, termasuk pompa mekanik, dalam kegiatan pertambangan rakyat.

Ni Made Dwipanti Indrayanti, mengatakan pertemuan dengan perwakilan penambang Sungai Progo pada Selasa (12/11/2025) merupakan bagian dari rangkaian diskusi yang telah dilakukan beberapa kali.

“Ini merupakan hasil pertemuan yang kesekian kalinya terkait dengan izin pertambangan di Sungai Progo. Mereka ingin menanyakan hal-hal terkait proses perizinan karena dari sisi legalitas, mereka harus memiliki izin. Nah, izin ini terhambat pada rekomendasi teknis dari BBWSSO, di mana dalam rekomendasi tersebut diwajibkan adanya kesepakatan bagi penambang untuk melakukan kegiatan tanpa menggunakan alat berat maupun alat bantu lainnya,” ujarnya.

Menurut Ni Made, persoalan ini berakar pada perbedaan tafsir terhadap peraturan pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan pertambangan rakyat.

“Dalam diskusi kami, sebenarnya sudah dilakukan penyandingan antara peraturan pemerintah yang lama dengan yang baru. Di PP yang baru, tidak ada pengaturan yang secara eksplisit melarang penggunaan alat berat atau bahan peledak. Hanya disebutkan bahwa kegiatan pertambangan harus menggunakan kaidah teknik pertambangan yang baik, khususnya dalam hal pengelolaan lingkungan dan keselamatan pertambangan,” tuturnya.

Ia menegaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, yang mencabut PP Nomor 23 Tahun 2010, tidak lagi memuat larangan eksplisit terhadap penggunaan alat berat maupun bahan peledak.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved