Sekolah di Kulon Progo Klaim Tak Ada Permintaan dari SPPG untuk Rahasiakan Kasus Keracunan

Di Kulon Progo sendiri, kasus serupa belum ditemukan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala SMP Negeri 2 Wates, Sugeng Widadi.

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
Kepala SMP Negeri 2 Wates, Sugeng Widadi, ditemui beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Baru-baru ini di Kabupaten Sleman ramai dibicarakan soal permintaan untuk merahasiakan kasus keracunan dari Makan Bergizi Gratis (MBG) jika terjadi.

Permintaan itu tertuang dalam surat perjanjian kerjasama antara sekolah dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) setempat.

Di Kulon Progo sendiri, kasus serupa belum ditemukan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala SMP Negeri 2 Wates, Sugeng Widadi.

Adapun sekolah tersebut baru memulai program MBG-nya pada 15 September 2025.

Pelaksanaannya dinilai lancar, mulai dari proses distribusi hingga kualitas makanan.

"Sejauh ini tidak ada masalah, anak-anak juga suka dengan menunya," kata Sugeng dihubungi pada Minggu (21/09/2025).

Sebelum memulai MBG, SMPN 2 Wates menandatangani kesepakatan dengan SPPG terkait untuk pelaksanaan program Presiden Prabowo Subianto tersebut. Diskusi juga telah dilakukan guna memastikan kelancarannya.

Sugeng mengaku tidak ingat apakah ada permintaan dari SPPG untuk merahasiakan jika terjadi kasus keracunan makanan.

Namun, diskusi yang dilakukan juga tidak menyebutkan permintaan kerahasiaan itu.

"Kalau di diskusi tidak ada mengarah ke permintaan tersebut," ujarnya.

Baca juga: Pemkab Kulon Progo Optimalkan Destinasi di Zona Utara dan Selatan Lewat Paket Wisata Lintas Daerah

Meski begitu Sugeng sudah menyampaikan ke warga sekolah baik guru maupun karyawan untuk berpegang pada fakta dalam menyampaikan informasi terkait MBG. Terutama jika terjadi kasus keracunan.

Kasus keracunan akibat MBG yang kian marak membuat para orang tua pelajar di Kulon Progo mulai mempertanyakan program tersebut.

Seperti Runi, orang tua pelajar asal Kapanewon Wates.

"Sekarang MBG diragukan apakah masih diperlukan," katanya dihubungi melalui pesan singkat.

Keraguan Runi muncul karena belakangan ini menu makanan yang diberikan dinilai tak sesuai selera anak.

Mereka bahkan memilih untuk tidak memakannya sama sekali dan dibungkus untuk dibawa pulang.

Kualitas makanannya pun juga diragukan karena saat tengah hari kondisinya sudah mulai basi.

Kondisi tersebut membuat makanan yang dibuat menjadi sia-sia.

"Menurut saya mending dievaluasi dulu pelaksanaannya, dari pemilihan bahan hingga proses pengolahannya," ujar Runi.(*)
 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved