BREAKING NEWS: Disdikpora DIY Diskualifikasi 139 Siswa Afirmasi Bodong, Tindak Lanjut Aduan Warga

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY mendiskualifikasi 139 siswa penerima jalur afirmasi yang terbukti tidak memenuhi syarat.

Dok.Istimewa
ILUSTRASI - Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY mendiskualifikasi 139 siswa penerima jalur afirmasi yang terbukti tidak memenuhi syarat. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY mendiskualifikasi 139 siswa penerima jalur afirmasi yang terbukti tidak memenuhi syarat.

Kebijakan ini diambil sebagai tindak lanjut atas banyaknya aduan masyarakat dan laporan berbagai pihak, termasuk Persatuan Orangtua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY bagian dari Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY).

Ketua Sarang Lidi DIY, Yuliani Putri, mengatakan sejak awal pembukaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA di DIY tahun ini, pihaknya menerima puluhan laporan dugaan penyalahgunaan jalur afirmasi oleh keluarga mampu.

Setelah dilakukan verifikasi oleh Disdikpora DIY, ditemukan ratusan siswa yang datanya tidak sesuai syarat penerima manfaat.

“Jumlah 139 siswa. Kalau dari identifikasi Sarang Lidi kemarin, ada 15 laporan. Malamnya ada tambahan tiga, jadi total ada 18 yang terpantau teman-teman. Setelah dibongkar semua oleh dinas, ternyata jumlah keseluruhannya 139 siswa. Ini data sampai hari terakhir penutupan,” ujar Yuliani, Selasa (1/7).

Menurutnya, keputusan pembatalan jalur afirmasi bodong ini adalah langkah yang tepat untuk menjaga rasa keadilan bagi anak-anak dari keluarga miskin yang hingga kini masih banyak belum mendapatkan sekolah.

Yuliani mengungkapkan, sejak awal proses pemanggilan oleh dinas, ada siswa yang langsung mundur dan memilih mendaftar melalui jalur wilayah. Namun, ada pula yang menolak mundur, meski akhirnya tetap didiskualifikasi.

“Pokoknya ini menyalahi aturan, karena mereka bukan penerima jalur afirmasi. Kalau tidak mau mundur, ya kita undurkan. Itu demi rasa keadilan. Karena masih banyak anak afirmasi yang belum dapat sekolah,” tegasnya.

Baginya, jalur afirmasi bukan hanya sekadar kuota, melainkan wujud tanggung jawab negara memenuhi hak pendidikan kelompok rentan.

Ia bahkan menyampaikan pernyataan tegas yang menyindir mereka yang memanfaatkan jalur ini.

Dengan digugurkannya 139 siswa, kini terdapat slot kosong pada kuota afirmasi SMA di Kota Yogyakarta.

Kembalikan slot

Yuliani menekankan bahwa pihaknya sudah meminta dinas mengembalikan slot tersebut untuk jalur afirmasi, bukan untuk jalur lain.

“Saya minta slot itu dikembalikan ke jalur afirmasi. Saat diundang pertama, siswa yang memakai jalur bodong ada yang langsung mundur dan ikut jalur wilayah, sehingga banyak yang akhirnya diterima. Namun, ada juga yang tidak mau mundur. Jadi kami harap akan dibuka kembali jalur pemenuhan kuota afirmasi,” ujarnya.

Dalam proses penelusuran, Sarang Lidi menemukan banyak masalah data dari Kabupaten Sleman. Menurut Yuliani, lemahnya verifikasi dan keakuratan data di Dinas Sosial Sleman menjadi salah satu faktor utama banyaknya kasus afirmasi bodong.

“Yang paling banyak error itu dari Dinas Sosial Sleman. Banyak yang pakai data Sleman untuk masuk jalur afirmasi di Kota (Yogya),” tandasnya.

Terpisah, Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, membenarkan adanya 139 siswa penerima jalur afirmasi terbukti tidak memenuhi syarat, yang didiskualifikasi.

Selanjutnya, sebanyak 139 siswa tersebut masuk seleksi melalui jalur cadangan.

"Kami fasilitasi dijalur cadangan. (Dibuka) rencana tanggal 7 Juli. Ini bukan jalur (untuk) afirmasi," tandasnya.

Ditangani serius

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menanggapi serius laporan dugaan penyalahgunaan jalur afirmasi dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA tahun ajaran 2025/2026.

Dugaan tersebut mencuat setelah kelompok masyarakat Sarang Lidi dan sejumlah orang tua siswa melaporkan 15 kasus yang diduga tidak sesuai kriteria afirmasi.

Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, menyatakan pihaknya telah menerima daftar nama yang disampaikan Sarang Lidi dan langsung melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) untuk proses verifikasi.

"Kita tampung nama-nama itu, kemudian kami koordinasi dengan Dinas Sosial, karena afirmasi kan dari Dinsos. Iya, Dinsos sudah kami panggil untuk koordinasi, mereka baru bekerja dan besok laporan," ujar Suhirman, Senin (30/6/2025).

Ia menambahkan, proses klarifikasi saat ini tengah berjalan. 

"Kita cermati ke Dinsos dulu seperti apa data yang ada, apakah benar atau tidak," katanya.

Sebelumnya, Ketua Sarang Lidi DIY, Yuliani Putri, mengungkapkan laporan mereka terdiri dari sepuluh aduan langsung dari orangtua siswa serta lima kasus tambahan hasil investigasi Sarang Lidi. Menurutnya, anak-anak dari keluarga mampu terindikasi memanfaatkan jalur afirmasi, yang sejatinya ditujukan bagi siswa dari keluarga tidak mampu.

"Kasus ini jelas menggeser hak anak-anak yang seharusnya diterima melalui jalur afirmasi," tegas Yuliani.

Ia menyebutkan, manipulasi data penerima bantuan sosial diduga menjadi modus utama penyalahgunaan.

Ia menduga modus yang kerap terjadi adalah manipulasi data penerima bantuan sosial.

“Banyak yang mengaku tidak pernah mendapat bantuan apa pun, tapi ketika mengecek ke link Dinas Sosial, kok namanya muncul sebagai penerima bantuan. Pertanyaannya, kalau dia tidak pernah dapat bantuan, lantas siapa yang menerima atas nama dia? Ini kan patut ditelusuri aparat penegak hukum, karena jumlahnya banyak,” tegas Yuliani.

Yuliani menambahkan, selama ini Sarang Lidi juga turun ke lapangan untuk memverifikasi anak-anak yang diterima melalui jalur afirmasi.

“Saya ambil sampel dua-dua, memang betul-betul layak afirmasi. Tapi kalau yang bermasalah ini banyak kasusnya jalur person. Misalnya anak pejabat, anak pengusaha, bisa tiba-tiba muncul di jalur afirmasi. Contoh gampangnya, anak bapak ibu yang sehari-hari antar jemput sekolah pakai mobil, tiba-tiba masuk jalur afirmasi. Kan jelas menyalahi,” katanya.

Ia juga mencontohkan kasus yang dianggap menonjol, yaitu anak seorang dokter yang terdata sebagai penerima jalur afirmasi.

“Padahal, jelas tidak berhak," tegasnya.

Selain itu, Yuliani juga menyebut ada anak seorang kontraktor yang mendaftar melalui jalur afirmasi, umumnya di SMA favorit seperti SMAN 1 Yogyakarta dan SMAN 3 Yogyakarta.

“Sekolah-sekolah ini kan terkenal jadi jalur ke fakultas kedokteran atau kampus ternama. Jadi tidak heran kalau orang tuanya ambisius,” katanya.

Di sisi lain, lanjut Yuliani, sekolah-sekolah di pinggiran justru masih memiliki banyak kuota afirmasi yang kosong. “Misalnya di SMK Tepus di perbatasan Klaten-Gunungkidul atau SMK Kelautan. Itu masih kosong, tapi di kota (kuota jalur afirmasi) malah penuh dan disalahgunakan,” ujarnya.

Yuliani menegaskan, pihaknya akan terus mengawal proses ini agar jalur afirmasi diberikan sesuai haknya kepada anak-anak yang memang berasal dari keluarga tidak mampu.

“Sarang Lidi selalu mendorong agar aturan ditegakkan. Kalau tidak sesuai aturan, ya seperti ini jadinya – hak anak-anak miskin yang seharusnya mendapat jalur afirmasi malah tergeser,” kata dia.

"Nanti pasti ada kuota (jalur afirmasi) yang kosong setelah verifikasi jalur afirmasi yg dipakai orang kaya,untuk keadilan kuota tersebut tetap harus diberikan ke anak yang betul-betul afirmasi. Yang tidak berhak pakai jalur afirmasi bisa ikut jalur wilayah," tandasnya. 

Ancaman Disdikpora DIY

Sebelumnya, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menegaskan akan membatalkan peserta jalur afirmasi dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA tahun ajaran 2025/2026 jika terbukti tidak memenuhi syarat. 

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, menanggapi laporan dugaan penyalahgunaan jalur afirmasi yang tengah mencuat.

“Ya, kita cek data dulu. Kalau memang itu bukan haknya, ya kita batalkan. Kami akan konfirmasi dokumennya dan juga di lapangan,” ujar Suhirman, Kamis (26/6/2025).

Menurut Suhirman, proses pendaftaran SPMB saat ini masih berlangsung dan belum sampai pada tahap pengumuman hasil seleksi.

Karena itu, pihaknya membuka ruang bagi masyarakat yang memiliki data dan bukti lengkap untuk melapor.

“Kalau punya datanya, di mana, siapa, dan dokumen lengkap, silakan disampaikan. Kita akan telusuri dan verifikasi,” ujarnya.

Pernyataan ini merespons temuan Jogja Corruption Watch (JCW) yang menerima puluhan aduan terkait dugaan manipulasi dalam penggunaan jalur afirmasi. 

Menurut JCW, banyak peserta yang secara kasat mata tidak tergolong miskin namun tetap mendaftar melalui jalur tersebut.

Salah satunya adalah calon siswa lulusan SMP swasta elit yang diketahui tinggal di rumah mewah dan memiliki kendaraan pribadi.

Deputi Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba, menyebut peningkatan kuota afirmasi dari 15 persen tahun lalu menjadi 30 persen tahun ini justru membuka peluang penyimpangan.

JCW menduga Surat Keterangan Miskin (SKM) kerap disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak.

“Fakta di lapangan menunjukkan praktik lancung kerap terjadi. Banyak yang mengaku miskin demi memanfaatkan jalur afirmasi, padahal secara ekonomi tidak layak,” ujar Baharuddin.

Disdikpora DIY, lanjut Suhirman, akan menelusuri kebenaran dokumen dan memastikan bahwa kebijakan afirmasi tetap menyasar sasaran yang tepat, yakni peserta didik dari keluarga kurang mampu.

Ia menambahkan, Disdikpora terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat serta akan mengawal proses seleksi agar berjalan adil dan transparan. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved