Pakar UGM: Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja Perlu Dikawal, Bisa Sejahterakan Buruh
Salah satu keputusan yang disorot oleh masyarakat dan buruh adalah putusan terkait upah minimum.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Mahkamah Konstitusi belum lama ini mengabulkan sebagian uji materi terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Putusan ini disinyalir memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan buruh karena upah minimum sektoral memiliki jumlah dan nilai yang lebih tinggi, baik dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP).
Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan , Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum., menilai putusan MK ini berpotensi dapat meningkatkan kesejahteraan para buruh.
Salah satu keputusan yang disorot oleh masyarakat dan buruh adalah putusan terkait upah minimum.
Dengan diadakannya kembali upah sektoral yang notabene nilainya lebih tinggi dari UMK ataupun UMP, Ari berpendapat bahwa hal ini bisa memunculkan dampak yang positif untuk para kaum buruh karena upah minimum sektoral memiliki jumlah dan nilai yang lebih tinggi, baik dari UMK maupun UMP.
“Menurut saya, putusan ini cukup positif ya, karena yang paling tinggi itu kan memang upah minimum sektoral. Kemarin pada saat UU Cipta Kerja kan dipertanyakan kenapa kok tidak lagi ada upah minimum sektoral. Apa rasionya? Nggak ada jawaban atas itu sekarang muncul lagi karena memang derajatnya dari sisi kualitas yang paling rendah itu upah minimum provinsi diatasnya upah minimum kota kabupaten, di atasnya itu upah minimum sektoral, ” ungkap Ari, Rabu (13/11/2024).
Baca juga: MK Kabulkan Sebagian Uji Materi Cipta Kerja, Kembalikan Soal Pesangon ke UU Nomor 13 Tahun 2003
Menjelaskan lebih jauh terkait putusan MK, Ari menerangkan putusan MK terkait TKA yang masuk di Indonesia juga dapat memberikan pengaruh terhadap lapangan kerja yang tersedia untuk TKI di dalam negeri.
Karena sebelumnya, UU Cipta Kerja memudahkan akses masuk TKA ke dalam lapangan kerja yang ada dalam negeri.
Dengan keputusan ini, terdapat kemungkinan TKI bisa memiliki akses yang lebih mudah ke lapangan kerja apabila komponen komponen pemerintah menerapkan keputusan MK secara benar dan akurat.
“Nah sekarang memang ada beberapa perubahan yang walaupun menurut saya juga bukan perubahan yang sangat fundamental untuk tenaga kerja asing itu. Di situ juga ada kata-kata juga tetap mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia, walaupun ini nanti pada prakteknya juga bergantung kepada Eksekutif,” Jelas Ari.
Ari juga menambahkan bahwa keputusan MK terkait UU Cipta Kerja juga berpotensi untuk mempengaruhi daya tarik investasi dari luar negeri.
Hal ini dikarenakan investor dari luar negeri akan menjadikan kebijakan terkait upah minimum dan juga TKA sebagai referensi untuk dalam pembuatan keputusan terkait investasi.
Selain itu, Ari juga menyebutkan bahwa investor juga membutuhkan kepastian hukum dan kebijakan yang tidak berubah-ubah.
“Investor itu butuh kebijakan yang nggak berubah-ubah. Masalahnya itu, kalau kebijakan yang berubah-ubah justru menakutkan investor. Apalagi ini berubahnya cepat banget nih. Investor butuh kepastian, bukan hanya pekerjanya, tapi juga perusahaan,” ungkapnya.
Pakar UGM: Soal Royalti, Perlu Transparansi Pengelolaan Dananya |
![]() |
---|
Bagaimana Penyelesaian Ambalat yang Ideal? Begini Kata Pakar UGM |
![]() |
---|
Di Balik Keputusan Presiden Prabowo Beri Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Tom Lembong |
![]() |
---|
Pemblokiran Rekening Nganggur oleh PPATK, Pakar UGM: Kebijakan yang Kurang Profesional |
![]() |
---|
Wacana Kementan Konversi Lahan Karet Jadi Kebun Sawit, Pakar UGM: Monokultur Lemah Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.