Kata Pakar UGM soal Gaya Komunikasi Pejabat Publik yang Kerap Tuai Kontroversi

Prof. Nyarwi Ahmad, Ph.D, menilai bahwa setiap pejabat memiliki gaya komunikasi yang berbeda

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Dok. Istimewa
Pakar komunikasi politik sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Nyarwi Ahmad, Ph.D 

TRIBUNJOGJA.COM - Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menuai kritik setelah menyebut tuntutan 17+8 dari mahasiswa hanya “suara sebagian kecil rakyat”. Pernyataan yang telah ia klarifikasi dan mintakan maaf itu tetap memicu penolakan publik karena dianggap tidak pantas diucapkan pejabat negara.

Kasus ini mengingatkan publik pada peristiwa serupa beberapa waktu lalu, ketika Menteri Agama Nasarudin juga harus menyampaikan permintaan maaf usai ucapannya dianggap merendahkan guru. Rangkaian kontroversi tersebut menyoroti persoalan gaya komunikasi pejabat publik di ruang demokrasi.

Pakar komunikasi politik sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Nyarwi Ahmad, Ph.D, menilai bahwa setiap pejabat memiliki gaya komunikasi yang berbeda. “Yang pertama, tentu masing-masing pejabat bisa aja dia punya gaya ya atau punya style dalam komunikasi ya,” ujarnya, Senin (15/9/2025).

Namun, menurut Nyarwi, gaya komunikasi pejabat tidak bisa dilepaskan dari standar penilaian publik. 

“Karena biasanya kan masyarakat itu sudah punya bayangan ya, kalau seorang tokoh publik, pimpinan, pembagian negara, itu kan biasanya juga lebih lebih mendengar, lebih menampung harapan dan aspirasi, bahkan paham apa yang diharapkan oleh masyarakat,” jelasnya.

Ia menilai, kasus yang melibatkan Menteri Keuangan menunjukkan pentingnya kehati-hatian. 

“Ya saya kira Menteri Keuangan harus memperbaiki itu gaya komunikasinya, karena tidak bisa lagi merepresentasikan sekedar dirinya sendiri, tapi lembaga negara yang dipimpinnya,” kata Nyarwi.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa ucapan kontroversial dari pejabat publik bukan hanya berisiko memunculkan respon negatif masyarakat, tetapi juga dapat mengguncang kepercayaan pasar serta merusak reputasi Presiden.

Untuk mencegah persoalan serupa, Nyarwi menyarankan adanya perbaikan strategi komunikasi di level kementerian, termasuk pembentukan tim komunikasi publik dan juru bicara. 

“Semua kembali lagi ke arah kebijakan yang akan dicapai. Nah balik lagi itu political will dari sistem yang mau dibangun oleh para pejabat, ya mulai dari tingkat atas sampai termasuk level Kementerian,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved