Urgensi Komunikasi Pejabat Publik di Era Digital
Perkembangan teknologi telah menciptakan masyarakat yang menuntut kejelasan, respons cepat, serta komunikasi yang jujur dan terbuka dari pejabat
Oleh: Yanti Rahminur, S.S., M.Ikom
Praktisi di Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Dosen di Universitas Dian
Nusantara Prodi Ilmu Komunikasi, Asesor Skema Penyiar Variety Show di LSP RRI
Di era digital yang ditandai dengan kecepatan informasi dan keterbukaan akses, komunikasi pejabat
publik tidak lagi bisa dilakukan secara konvensional dan tertutup.
Perkembangan teknologi telah menciptakan masyarakat yang menuntut kejelasan, respons cepat, serta komunikasi yang jujur dan terbuka dari para pemangku jabatan publik.
Pejabat publik kini berada dalam sorotan yang nyaris tak pernah padam.
Perkataan, tindakan, dan bahkan ekspresi mereka bisa dengan mudah direkam, dibagikan, dan ditafsirkan ulang dalam hitungan detik melalui media sosial dan berbagai platform digital lainnya.
Dalam konteks ini, komunikasi bukan sekadar penyampaian informasi, tetapi menjadi representasi dari akuntabilitas dan integritas pejabat tersebut.
Tempo dalam artikelnya menyoroti bagaimana inkonsistensi dan kurangnya kontrol terhadap pernyataan pejabat pemerintah memunculkan kebingungan di masyarakat (Tempo, 2024).
Hal serupa juga diangkat oleh BBC Indonesia (2024), yang menggarisbawahi bagaimana komunikasi
publik yang semrawut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Transformasi Komunikasi Publik di Era Digital
Dalam lanskap kontemporer, dinamika komunikasi publik telah mengalami transformasi yang cepat
dan fundamental, bergerak melampaui diseminasi informasi satu arah yang tradisional.
Pemerintah tidak lagi dapat hanya mengandalkan metode konvensional seperti siaran pers atau konferensi;
terdapat tuntutan yang kuat dan mendesak untuk dialog yang lebih dinamis dan kolaborasi yang erat dengan masyarakat.
Pergeseran mendasar ini menuntut agar hubungan masyarakat (Humas) pemerintah beradaptasi secara proaktif terhadap evolusi lanskap komunikasi.
Munculnya media sosial telah memperbesar secara dramatis peluang maupun tantangan bagi komunikasi pejabat.
Media sosial menjadi arena utama di mana kebijakan dikritisi, dipersepsikan, dan tak jarang disalahartikan. Algoritma yang memprioritaskan konten sensasional atau emosional (Tufekci, 2015), memperburuk penyebaran hoaks dan memperdalam polarisasi.
Fenomena ini menciptakan paradoks: karakteristik digital—kecepatan, jangkauan, dan partisipasi pengguna—memungkinkan hubungan yang lebih interaktif antara pejabat dan masyarakat, namun sekaligus meningkatkan risiko salah tafsir, krisis narasi, dan kehilangan kendali terhadap persepsi publik.
Polda DIY Beberkan Modus Operandi Dugaan Korupsi Komputer TIK Disdik Gunungkidul |
![]() |
---|
Kasus Dugaan Korupsi Komputer TIK Disdik Gunungkidul Berlanjut, Polda DIY Sita Beberapa Barang |
![]() |
---|
Geledah Kantor Disdik Gunungkidul, Polisi Amankan Sejumlah Barang Dugaan Korupsi Pengadaan TIK 2022 |
![]() |
---|
Lebih dari 1.000 Warga Eks Timor Timur Menetap di Jogja, Minta Perhatian dari Negara |
![]() |
---|
Hasan Nasbi Sebut Dapat Perintah Terus Pimpin PCO, Pengunduran Dirinya Ditolak? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.