Berita Jogja Hari Ini

Bagaimana Tumpukan Sampah di Yogyakarta Bisa Sebabkan Perubahan Iklim?

Secara teori, jika ada penumpukan sampah secara besar-besaran, daerah yang di bawah (tumpukan) akan mengalami kekurangan oksigen. Ketika kekurangan ok

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Ardhike Indah
Seorang pengendara motor melintas di samping tumpukan sampah yang ada di sekitar Balai Yasa Yogyakarta imbas penutupan TPA Piyungan. Foto diambil Minggu (2/6/2024) sekitar pukul 13:32 WIB 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Di tengah pesona wisata dan budaya Yogyakarta yang menawan, daerah ini menghadapi masalah krusial yang belum menemukan titik keseimbangan, yakni pengelolaan sampah.

Meskipun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memilah sampah mulai meningkat, implementasinya masih jauh dari harapan.

Di sisi lain, pemerintah belum mampu menyediakan fasilitas pembuangan sampah yang berkelanjutan, menciptakan lingkaran setan yang semakin memperparah kondisi lingkungan.

Tantangan ini tidak hanya mengancam keindahan kota, tetapi juga kesehatan dan kelestarian ekosistem lokal.

Baca juga: Darurat Sampah di Jogja, Pakar UGM Sebut Penanganan di Hulu Harus Diperbaiki

Tumpukan sampah yang ada di DI Yogyakarta disebut-sebut bisa menyebabkan perubahan iklim.

Hal ini dijabarkan oleh Prof. Chandra Wahyu Purnomo, Dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, pekan lalu.

“Secara teori, jika ada penumpukan sampah secara besar-besaran, daerah yang di bawah (tumpukan) akan mengalami kekurangan oksigen. Ketika kekurangan oksigen, bakteri anaerob akan bekerja di situ, mengurai organiknya, sehingga muncul CH4 atau metana,” jelas Chandra kepada Tribun Jogja.

Dia mengatakan, gas metana itu memiliki daya 40 kali lebih kuat untuk membentuk efek rumah kaca dibanding CO2 atau karbon dioksida.

“Jadi, gas metana ini, dibanding membakar batu bara, membakar kayu yang mengeluarkan CO2, dia punya efek lebih kuat untuk menciptakan efek rumah kaca,” paparnya.

Secara umum, efek rumah kaca diartikan sebagai proses naiknya suhu bumi yang disebabkan perubahan komposisi atmosfer.

Perubahan itu menyebabkan sinar matahari tetap berada di bumi dan tidak dapat dipantulkan secara sempurna, keluar atmosfer.

Sinar matahari yang terlalu lama ada di bumi bisa menyebabkan kerusakan ekosistem, bahkan pencairan es di kutub-kutub. Mau tak mau, secara berurutan, iklim akan berubah dan mengakibatkan bencana maupun hal buruk lain.

“Sebenarnya, kita bisa keluar dari (permasalahan) itu. Kita coba lakukan seperti yang ada di TPA Jatibarang, Semarang bagaimana gas metana dari sampah itu bisa dikonversikan jadi listrik. Jadi, gas metana-nya jangan dilepas, tapi sekarang kan rata-rata dilepas gitu saja,” ucap Chandra.

Dia mengungkap, tumpukan sampah, yang juga ada di DIY bisa saja menyumbang 20 persen kontribusi efek rumah kaca.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved