Berita Jogja Hari Ini

Darurat Sampah di Jogja, Pakar UGM Sebut Penanganan di Hulu Harus Diperbaiki

Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Chandra Wahyu Purnomo menyatakan bahwa krisis sampah di Yogyakarta telah mencapai tahap darurat. Hal ini

Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
(Dok Pemkot Yogya)
Ilustrasi - Proses pembersihan depo sampah oleh petugas DLH Kota Yogya, Kamis (30/5/2024) malam. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Chandra Wahyu Purnomo menyatakan bahwa krisis sampah di Yogyakarta telah mencapai tahap darurat.

Hal ini diperparah dengan minimnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dan sistem pengolahan yang belum memadai.

Pengelolaan sampah dapat disebut sebagai ‘pintu masuk’ dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan karena sampah merupakan isu multisektor yang berdampak pada berbagai aspek di masyarakat dan juga ekonomi. 

Baca juga: Bereskan Tumpukan Sampah di Depo, Pemkot Yogyakarta Angkut 500 Ton Sampah dalam Semalam

Dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM ini turut menyoroti tata kelola sampah di Jogja masih dalam tahap darurat karena penanganannya belum terselesaikan hingga kini.

“Meskipun peraturan tentang persampahan itu banyak sekali, mulai dari Undang-Undang sampai Peraturan Daerah, tapi untuk sistem pengolahan kita masih tertinggal dengan negara lain, terlebih di Jogja kita masih bertumpu dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Piyungan,” ujar Chandra.

Chandra mengungkapkan, kegagalan dalam membangun ekosistem pengelolaan sampah di Jogja dikarenakan tidak terbentuknya kesadaran masyarakat sebagai hulu dari permasalahan sampah.

“Harusnya sampah sudah terpilah di hulu, mulai dari rumah tangga, kantor, pabrik atau industri, dan kampus, karena di hulu saja sudah tercampur, proses pengolahannya akan menjadi berat,” ungkapnya.

Harapannya partisipasi publik untuk mengelola sampahnya sendiri mencapai 30 persen, sedangkan sisanya 70 persen ditangani oleh fasilitas-fasilitas yang ada di pemerintahan.

Dia menyebut persoalan sampah memang sangat kompleks. Pemanfaatan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah seperti TPS3R dan Bank Sampah belum dioptimalkan oleh masyarakat karena 90 persen sampah di Jogja masih terbuang di TPA.

“Dari 30 TPS3R yang ada di Sleman yang semuanya dibangun oleh Kementerian PUPR, hanya 10 saja yang beroperasi, sisanya mangkrak. Bayangkan kalau semua TPS3R di Sleman, Kota Jogja, dan Bantul diaktifkan, pastinya akan berdampak pada semakin cepatnya proses pemilahan sampah,” tambah pria yang juga merupakan koordinator Indonesia Solid Waste Forum (ISWF) ini.

Riset independen yang dilakukan oleh Chandra di tahun 2021 terkait sampah di Kota Jogja menunjukkan volume sampah mencapai 300 ton per hari dan ditengarai jumlah tersebut tidak mengalami perubahan hingga sekarang, bahkan cenderung meningkat jumlahnya.

“Statusnya sudah darurat, tapi masyarakat belum juga tumbuh kesadaran untuk minimal memilah sampah, jadinya malah muncul masalah baru seperti tiba-tiba ada titik baru yang dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal,” ucapnya.

Chandra menyarankan penanganan sampah di hulu harus diperbaiki dan menjadi prioritas.

“Kita harus terus mengedukasi masyarakat agar memiliki komitmen untuk memilah sampah, kalau perlu ada sanksi sosial seperti di negara maju,” tuturnya.

Selanjutnya yang tidak kalah penting setelah pemilahan, adalah penjadwalan pengumpulan dan pengangkutan dari sumber langsung ke unit pengolahan seperti TPS3R dan TPST, harus terinci dan sistematis agar tidak terjadi konflik kepentingan di dalamnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved