Kerusuhan di Jalan Tamansiswa

Mengenal PSHT, Organisasi Silat yang Lahir di Madiun

Pada 1948, dalam sebuah kongres di Madiun, berubah bentuk menjadi sebuah organisasi dan bernama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).

|
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
shterate.or.id
Sejarah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) 

"Kami meminta semua pihak menjaga kondusivitas di Yogyakarta," sambung Burhanuddin 

Sementara Ketua Cabang PSHT Yogyakarta Sutopan Basuki mengatakan pihaknya juga menyesalkan kejadian pada 28 Mei di Parangtritis.

"Kami juga menyesalkan peristiwa (keributan) yang terjadi pada Minggu petang, kami minta semua pihak menahan diri dan menjaga kondusivitas di Yogyakarta," kata Basuki.

Basuki mengatakan banyak anggota PSHT yang juga anggota Brajamusti dan begitu pula sebaliknya.

"Jadi Brajamusti dan PSHT itu sebenarnya satu," kata Basuki.

Baca juga: BREAKING NEWS : Kapolda DIY Damaikan Dua Kelompok yang Bentrok di Jalan Tamansiswa Jogja

Baca juga: Tangis Histeris Seorang Wanita dalam Kerusuhan di Jalan Tamansiswa

Baca juga: Mengenal Pendopo Tamansiswa, Bangunan Bersejarah yang Rusak Akibat Bentrokan pada Minggu Malam

Berikut sejarah singkat PSHT

Dikutip dari shterate.or.id, peletak dasar pertama pendirian PSHT adalah Muhamad Masdan.

Dia adalah putra sulung Ki Ngabei Soeromihardjo, seorang mantri cacar di daerah Ngimbang, Jombang.

Dia bersepupu dengan RAA Soeronegoro (Bupati Kediri saat itu) dan Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirdjo memiliki garis silsilah dengan Betoro Katong yang merupakan pendiri kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Muhammad Masdan yang bernama Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo atau  warga PSHT menyebutnya dengan panggilan Mbah Suro atau Eyang Suro, menamatkan sekolah rakyat pada 1890.

Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo kemudian diasuh pamanya, Wedono di Wonokromo, Surabaya.

Ia sempat mengenyam pendidikan di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang.

Dari sini, ia mulai mengasah bela diri pencak silat, sebelum pindah ke Parahiyangan, Bandung pada 1892.

Di Parahiyangan, kemampuan bela dirinya semakin matang karena dia juga mempelajari aliran pencak silat lainnya.

Sejak itu, Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo berpindah-pindah ke berbagai tempat, seperti Jakarta, Lampung, Padang dan Aceh.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved