Sumbu Filosofi Yogyakarta

Kisah Raja Yogyakarta: Episode Sri Sultan Hamengku Buwono I Pencipta Sumbu Filosofi Yogyakarta

Inilah kisah Raja Pertama Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I. Masa kecil, kehdupan, pengangkatan, perjuangan, sampai wafatnya.

|
DOK. Kraton Jogja
Kisah Raja Yogyakarta: Episode Sri Sultan Hamengku Buwono I Pencipta Sumbu Filosofi Yogyakarta 

Kemampuan yang dimiliki BRM Sujono, membuatnya diangkat menjadi Pangeran Lurah.

Pengangkatan itu terjadi setelah paman beliau yang bernama Mangkubumi meninggal dunia pada 27 November 1730.

Sebagai informasi Pangeran Lurah adalah pangeran yang dituakan di antara para putera Raja Yogyakarta

Setelah beranjak dewasa, BRM Sujono menyandang nama yang sama dengan mendiang pamannya, yakni Pangeran Mangkubumi.

Kisah tentang Pangeran Mangkubumi yang taat beribadah tertuang dalam Serat Cebolek. 

Di situ, tertulis tentang kebiasaan beliau yang rutin puasa Senin dan Kamis, salat lima waktu, dan mengaji Al Quran. 

Dalam Serat Cebolek pula dikisahkan bahwa beliau gemar mengembara dan mengadakan pendekatan dengan masyarakat, serta memberikan pertolongan kepada yang lemah.

Sifat Pangeran Mangkubumi membuat para pengikutnya setia padanya.

Baca juga: Sejarah Keraton Yogyakarta, Histori Sejak Perjanjian Giyanti 1755 sampai Kemerdekaan RI 1945

Baca juga: Sejarah Cepuri Parangkusumo, Tempat Upacara Labuhan dan Ziarah di Utara Pantai Parangkusumo

Era Tahun 1740-an

Pada tahun 1746, Pangeran Mangkubumi mengangkat senjata melawan Vereenigde Oost- Indische Compagnie (VOC).

Saat itu, ia memiliki pengikut sebanyak 3.000 orang prajurit. 

Kemudian, pada tahun 1747, jumlah pengikut Pangeran Mangkubumi meningkat pesat menjadi 13.000 prajurit, di mana 2.500 orang di antaranya adalah prajurit berkuda. 

Pada 1750, kesetiaan dan kesediaan para pengikut untuk mengabdi kepada Pangeran Mangkubumi lambat laun meluas hingga ke masyarakat umum.

Perjuangan Pangeran Mangkubumi melawan VOC

Sri Sultan Hamengku Buwono I
Sri Sultan Hamengku Buwono I (DOK. Kraton Jogja)

Era tahun 1740-an, merupakan masa-masa berat bagi bumi Mataram (Kerajaan Mataram).

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved