Kritik Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan, Pakar: Selamat Datang di Era Orde Baru Paling Baru
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai keputusan tersebut sebagai bentuk politik penghapusan ingatan
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Ia juga menyinggung kembali berbagai pelanggaran HAM yang terjadi pada masa Soeharto, seperti tragedi Tanjung Priok dan penggusuran besar-besaran di Waduk Kedung Ombo, serta kekerasan di Papua.
Menurut Feri, penetapan Soeharto sebagai pahlawan menjadi pertanda nyata kemunduran demokrasi. Ia menyoroti menguatnya peran militer dalam urusan sipil dan munculnya kembali wacana pemilihan presiden oleh MPR.
“Kalau presiden dipilih MPR, dengan 711 anggota, siapa yang menguasai separuh lebih satu suara, dia menang. Jauh lebih mudah disogok dibanding 160 juta pemilih rakyat,” ujarnya.
“Mereka berdalih demokrasi ribut dan mahal. Tapi seperti kata Hakim Agung AS Stephen Breyer, demokrasi memang ribut dan mahal. Kalau mau tenang, jadilah warga negara otoriter.”
Serupa Orde Baru
Feri menilai pola kekuasaan kini semakin menyerupai Orde Baru, dengan pembatasan kebebasan berpendapat dan kriminalisasi terhadap kritik publik.
Ketimpangan Struktural dan Lemahnya Layanan Publik
Feri juga menyoroti ketimpangan dalam institusi negara, terutama rendahnya kesejahteraan aparat dan buruknya layanan publik. “Negara ini tidak punya niat agar institusinya bekerja dengan benar,” katanya.
Ia menggambarkan kondisi polisi yang bergaji rendah namun dihadapkan pada beban kerja tinggi.
“Bayangkan polisi sedang mengejar maling, lalu istrinya menelpon: ‘beras habis’. Fokusnya langsung hilang,” ujar Feri disambut tawa peserta diskusi.
Kritik juga diarahkan pada dunia pendidikan dan layanan kesehatan. Menurutnya, kampus di Indonesia belum menyediakan fasilitas belajar layak.
“Perpustakaan di sini tutup jam enam sore. Di luar negeri buka 24 jam, bahkan mahasiswa boleh tidur di sana,” ujarnya.
Feri kemudian menuturkan pengalamannya saat menempuh studi di Amerika Serikat, ketika layanan sosial menanggung penuh biaya pengobatan anaknya.
“Tagihan rumah sakit sebesar 23.000 dolar menjadi nol setelah Dinas Sosial turun tangan. Itulah layanan publik yang konstitusional. Di sini, orang sakit malah ditanya KTP dulu,” katanya.
Upaya menulis ulang sejarah
Feri menyebut penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional sebagai bagian dari politik penghapusan ingatan kolektif.
“Ini bukan sekadar penghargaan, tapi upaya menulis ulang sejarah dengan menghapus kejahatan masa lalu,” ujarnya.
pakar hukum
Pakar Hukum Tata Negara
Soeharto
Pahlawan Nasional
Orde Baru
Korupsi Kolusi dan Nepotisme
| Tasyakuran Gelar Pahlawan Nasional Bagi Gus Dur, PKB DIY: Prosesnya Mulus Tanpa Polemik |
|
|---|
| Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Dinilai Bentuk Pengkhianatan terhadap Korban Orde Baru |
|
|---|
| Elemen Sipil Yogyakarta Desak Pemerintah Batalkan Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Ini Alasannya |
|
|---|
| Rapat Oemoem di Yogyakarta: Menolak Lupa, Menolak Gelar Pahlawan bagi Soeharto |
|
|---|
| Pesan Bupati Klaten Saat Peringatan Hari Pahlawan Nasional 2025 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Kritik-Penetapan-Soeharto-sebagai-Pahlawan-Pakar-Selamat-Datang-di-Era-Orde-Baru-Paling-Baru.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.