Elemen Sipil Yogyakarta Desak Pemerintah Batalkan Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Ini Alasannya
Forum menyebut pemberian gelar kepada Soeharto sebagai tindakan yang mencederai nilai kemanusiaan, keadilan, dan integritas moral bangsa.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sejumlah elemen masyarakat sipil di Yogyakarta yang tergabung dalam Forum Cik Ditiro dan Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia menegaskan penolakan terhadap keputusan pemerintah yang memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan pada “Rapat Oemoem” di Jalan Suryodiningratan, Selasa (11/11/2025), mereka menegaskan, “Soeharto bukan pahlawan.”
Dalam naskah pernyataan sikap berjudul “Soeharto Bukan Pahlawan”, forum menyebut pemberian gelar kepada Soeharto sebagai tindakan yang mencederai nilai kemanusiaan, keadilan, dan integritas moral bangsa.
“Pemerintahan Prabowo Subianto membunuh nurani bangsa dengan memberi gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, yang seharusnya dituntut di pengadilan karena pelanggaran HAM berat, korupsi, kolusi, dan nepotisme,” demikian isi pernyataan itu.
Forum menyebut kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan serta Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2022, yang mengatur bahwa penerima gelar pahlawan harus memiliki integritas moral, keteladanan, dan tidak pernah menghianati bangsa dan negara.
Dalam pernyataan itu, warga negara Indonesia di Yogyakarta menuntut lima hal.
Pertama, menolak penganugerahan Soeharto sebagai pahlawan nasional.
Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Keputusan Presiden terkait gelar tersebut karena dianggap bertentangan dengan sila Pancasila dan semangat kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ketiga, mendesak Kementerian Pendidikan untuk memperkuat pendidikan sejarah yang menanamkan nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.
Selain itu, forum juga menyerukan agar media bersikap adil dalam memberitakan sejarah dan mengajak masyarakat untuk berpihak pada kebenaran serta menolak manipulasi sejarah masa lalu.
“Kami menolak upaya negara melupakan batas antara kebenaran dan kesalahan. Hari Pahlawan seharusnya menjadi pengingat akan martabat dan keadilan, bukan ajang memutihkan pelaku pelanggaran kemanusiaan,” bunyi penegasan dalam pernyataan itu.
Baca juga: Rapat Oemoem di Yogyakarta: Menolak Lupa, Menolak Gelar Pahlawan bagi Soeharto
Forum Cik Ditiro menyatakan, keputusan pemerintah memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto tidak hanya melukai keluarga korban pelanggaran HAM, tetapi juga merendahkan makna perjuangan bangsa.
“Pahlawan sejati adalah mereka yang menjunjung kemanusiaan dan keadilan, bukan mereka yang menindas bangsanya sendiri,” tulis mereka.
Diberitakan sebelumnya, forum ini menyatakan bahwa kebijakan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto telah menimbulkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia, pengekangan kebebasan sipil, dan ketidakadilan terhadap perempuan serta masyarakat adat.
| Rapat Oemoem di Yogyakarta: Menolak Lupa, Menolak Gelar Pahlawan bagi Soeharto |
|
|---|
| Pesan Bupati Klaten Saat Peringatan Hari Pahlawan Nasional 2025 |
|
|---|
| Tragedi Marsinah Diakui Negara: Aktivis Buruh Perempuan Dapat Gelar Pahlawan Nasional |
|
|---|
| Fakta-fakta Soeharto Mendapat Gelar Pahlawan Nasional di Hari Pahlawan 2025 |
|
|---|
| Massa Jogja Memanggil Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Rapat-Oemoem-yang-diinisiasi-Forum-Cik-Ditiro.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.