Nasib Konstruksi Satu Jembatan Tiga Nama di Jogja, Kewek, Kleringan, Amarta

Jembatan Kleringan atau Kewek sudah berada di titik kritis. Usia lebih dari 100 tahun membuat struktur jembatan tak lagi layak

|
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Iwan Al Khasni
Tribun Jogja/ Bramasto Adhy
kendaraan melintasi kawasan Kleringan, Kotabaru Yogyakart 

* Pemasangan garis berbiku-biku kuning sebagai tanda larangan berhenti di area jembatan.

Langkah ini diambil untuk mengurangi beban mati yang bisa memperparah kondisi jembatan.

Meski kondisinya kritis, Jembatan Kleringan tetap memiliki nilai sejarah sebagai cagar budaya. 

Dibangun pada era kolonial Belanda sekitar 1920-an dan rampung pada 1928, jembatan ini menjadi penghubung vital antara kawasan Kotabaru dan Malioboro. 

Nama lokal “Kewek” muncul dari bunyi kereta api yang melintas di atasnya, menjadikannya bagian dari identitas warga Yogyakarta.

Pada 2012, jembatan ini diresmikan kembali oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan nama baru, Jembatan Amarta, sebagai simbol harapan baru bagi kelancaran lalu lintas kota.

Satu Jembatan Tiga Nama

Jembatan Kewek

Nama Kewek berasal dari istilah Belanda Kerk Weg yang berarti “jalan menuju gereja.”

Lidah masyarakat Yogyakarta kesulitan melafalkan istilah tersebut, sehingga berubah menjadi Kewek.

Nama ini kemudian populer di kalangan warga lokal dan bertahan hingga sekarang sebagai sebutan sehari-hari.

Jembatan Kleringan

Nama Kleringan muncul dari lokasi sekitar jembatan, yaitu kawasan Kleringan di sisi timur Malioboro.

Sebutan ini lebih dikenal dalam konteks administratif atau berita resmi, sehingga sering dipakai pemerintah maupun media.

Jadi, Kleringan adalah nama kawasan, sementara Kewek adalah nama yang lahir dari pelafalan masyarakat.

Jembatan Amarta

Pada tahun 2012, Sri Sultan Hamengku Buwono X meresmikan ulang jembatan ini dengan nama baru: Jembatan Amarta.

Nama Amarta dipilih sebagai simbol harapan baru, kelancaran lalu lintas, dan semangat menjaga warisan budaya.

Meski resmi bernama Amarta, masyarakat masih lebih sering menyebutnya Kewek atau Kleringan. (Aka/iwe)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved