Nasib Konstruksi Satu Jembatan Tiga Nama di Jogja, Kewek, Kleringan, Amarta
Jembatan Kleringan atau Kewek sudah berada di titik kritis. Usia lebih dari 100 tahun membuat struktur jembatan tak lagi layak
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Iwan Al Khasni
Ringkasan Berita:
- Jembatan Kleringan Jogja berada dititik kritis secara kekuatan konstruksi karena usia.
- Pemerintah Kota Jogja menyiapkan langkah melakukan perbaikan total jembatan penghubung menuju kawasan Malioboro ini.
- Jembatan legendaris di Jogja ini punya tiga nama, Kewek, Kleringan dan Amarto
Jogja Tribunjogja.com -- Pemerintah Kota Yogyakarta tengah menyiapkan langkah besar untuk rehabilitasi total Jembatan Kleringan atau Jembatan Kewek salah satu jembatan bersejarah yang membentang di atas Kali Code.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa kondisi fisik jembatan yang menghubungkan kawasan Kotabaru dan Malioboro kini sangat memprihatinkan.
Menurutnya, kekuatan struktur jembatan hanya tersisa sekitar 10–20 persen, sehingga berpotensi membahayakan pengguna jalan.
Mengingat padatnya arus lalu lintas di kawasan tersebut, Pemkot Yogyakarta segera menyusun rekayasa lalu lintas, termasuk rencana pelarangan bus pariwisata melintasi jembatan menuju Malioboro.
Anggaran dan Rencana Pengerjaan
Detail Engineering Design (DED) rehabilitasi Jembatan Kleringan telah rampung.
Pemkot Yogyakarta kini menunggu dukungan anggaran dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Estimasi biaya mencapai Rp12 miliar, dengan target pengerjaan selesai dalam waktu enam bulan jika pendanaan segera disetujui.
Sejarah Jembatan Kleringan
Jembatan Kleringan, yang juga dikenal sebagai Jembatan Kewek, dibangun oleh Nederlands-Indische Spoorwegmaatschappij (NIS) pada era kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an dan rampung pada 1928.
Jembatan ini menjadi penghubung vital antara kawasan elit Eropa di Kotabaru dengan pusat ekonomi Malioboro.
Pada tahun 2012, jembatan ini diresmikan kembali oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama jajaran Pemkot Yogyakarta.
Dalam peresmian tersebut, jembatan diberi nama baru, Jembatan Amarta, sebagai simbol harapan baru bagi kelancaran lalu lintas di Kota Yogyakarta.
• Libur Lebaran: Puluhan Ribu Kendaraan ke Malioboro, Polisi Berlakukan Buka Tutup Arus di Kleringan
Pentingnya Merawat Warisan Kota
Selain fungsi transportasi, Jembatan Kleringan memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.
Pemkot Yogyakarta menegaskan bahwa proses rehabilitasi nantinya tidak akan merusak unsur-unsur yang bersifat cagar budaya.
Dengan demikian, jembatan ini tetap bisa menjadi saksi bisu perjalanan panjang Kota Yogyakarta sekaligus mendukung mobilitas modern.
Titik Kritis
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta menegaskan bahwa Jembatan Kleringan atau Jembatan Kewek kini berada di titik kritis.
Berdasarkan asesmen teknis terbaru bersama konsultan, jembatan yang melintang di atas Kali Code ini dinilai tidak lagi memadai jika hanya dilakukan perbaikan ringan.
Kepala Dinas PUPKP, Umi Akhsanti, menyebut usia konstruksi yang sudah lebih dari satu abad menjadi faktor utama penurunan kekuatan struktur. “Kondisinya secara teknis sudah kritis, karena usianya juga sudah 100 tahun lebih,” ujarnya.
Pembangunan Ulang Jadi Solusi
Dengan tingkat kerusakan yang sudah mencapai titik rawan, opsi rehabilitasi dianggap tidak efektif untuk jangka panjang.
Umi menegaskan bahwa pembangunan ulang struktur jembatan secara menyeluruh adalah satu-satunya jalan untuk menjamin keamanan pengguna jalan.
“Sudah tidak memungkinkan kalau hanya direhab, karena tingkat kerusakannya sudah sampai titik kritis,” tandasnya.
Sambil menunggu proses perencanaan dan penganggaran pembangunan ulang, Dinas PUPKP bergerak cepat melakukan koordinasi pembatasan lalu lintas.
* Pelarangan angkutan berat melintas di atas jembatan.
* Aturan ketat agar tidak ada kendaraan berhenti di atas badan jembatan.
* Pemasangan garis berbiku-biku kuning sebagai tanda larangan berhenti di area jembatan.
Langkah ini diambil untuk mengurangi beban mati yang bisa memperparah kondisi jembatan.
Meski kondisinya kritis, Jembatan Kleringan tetap memiliki nilai sejarah sebagai cagar budaya.
Dibangun pada era kolonial Belanda sekitar 1920-an dan rampung pada 1928, jembatan ini menjadi penghubung vital antara kawasan Kotabaru dan Malioboro.
Nama lokal “Kewek” muncul dari bunyi kereta api yang melintas di atasnya, menjadikannya bagian dari identitas warga Yogyakarta.
Pada 2012, jembatan ini diresmikan kembali oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan nama baru, Jembatan Amarta, sebagai simbol harapan baru bagi kelancaran lalu lintas kota.
Satu Jembatan Tiga Nama
Jembatan Kewek
Nama Kewek berasal dari istilah Belanda Kerk Weg yang berarti “jalan menuju gereja.”
Lidah masyarakat Yogyakarta kesulitan melafalkan istilah tersebut, sehingga berubah menjadi Kewek.
Nama ini kemudian populer di kalangan warga lokal dan bertahan hingga sekarang sebagai sebutan sehari-hari.
Jembatan Kleringan
Nama Kleringan muncul dari lokasi sekitar jembatan, yaitu kawasan Kleringan di sisi timur Malioboro.
Sebutan ini lebih dikenal dalam konteks administratif atau berita resmi, sehingga sering dipakai pemerintah maupun media.
Jadi, Kleringan adalah nama kawasan, sementara Kewek adalah nama yang lahir dari pelafalan masyarakat.
Jembatan Amarta
Pada tahun 2012, Sri Sultan Hamengku Buwono X meresmikan ulang jembatan ini dengan nama baru: Jembatan Amarta.
Nama Amarta dipilih sebagai simbol harapan baru, kelancaran lalu lintas, dan semangat menjaga warisan budaya.
Meski resmi bernama Amarta, masyarakat masih lebih sering menyebutnya Kewek atau Kleringan. (Aka/iwe)
| BMKG DIY: Prakiraan Cuaca Jogja Besok Kamis 20 November 2025 |
|
|---|
| Update Harga Emas Hari Ini Kamis 20 November 2025, Galeri24 dan UBS Kompak Naik |
|
|---|
| Revisi KUHAP Masih Tanggalkan Hak Warga Negara |
|
|---|
| BPBD DIY Siapkan Posko Kedaruratan untuk Penanganan Potensi Bencana Hidrometeorologi |
|
|---|
| KUHAP Baru Disahkan, Sejumlah Pasal Menuai Sorotan Publik, Ini Kata Pusham UII Yogyakarta |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/lalin-padat_1212_20161212_174110.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.