Kisah Inspiratif
Kisah Sri Ratna Saktimulya Menyusun Manuskrip Kuno Koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta
Bagi Sakti, naskah kuno tidak pernah berhenti berbicara. Ia hidup pada setiap lembar yang disentuh dan setiap generasi yang meneruskannya.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Bapak dari Sakti merupakan Kepala Perpustakaan dan Museum Dewantara Kirti Griya pada saat itu.
Rumah Sakti yang berada satu kompleks dengan perpustakaan dan museum menjadikan dua lokasi itu bagaikan halaman bermain bagi Sakti kecil.
Di dalam perpustakaan dan museum, terdapat banyak koleksi manuskrip dan buku-buku lawas peninggalan Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara.
Setiap hari Sakti dan saudari-saudarinya membantu membersihkan koleksi buku dan naskah, menyeka debu yang menempel di sekitar lemari.
Kebiasaan tersebut berujung membuat Sakti kecil penasaran akan isi buku dan naskah manuskrip yang ada.
“Ketika membersihkan kok opo sih iki (kok ini apa sih-red), hanacaraka belum lancar saya, terus ingin (tahu), ‘ini apa sih, Pak, ceritanya tentang apa?’ Kemudian, ‘oh kuwi babad, oh kuwi panji’ (oh itu cerita babad, oh itu cerita panji-red), bapak yang menjelaskan. Nah itu ‘kan tertanam dalam benak saya,” katanya sambil tersenyum hangat.
Selain itu, Sakti juga sering melihat kedua orang tuanya malam-malam duduk di depan naskah, lembur menyusun lembar-lembar lawas dengan telaten.
Ia menyaksikan betul bagaimana mereka mengalihaksarakan aksara Jawa ke huruf latin, hingga mengalihbahasakan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.
Proses itu menumbuhkan rasa ingin tahu dalam diri Sakti dan ketertarikan itu perlahan berkembang menjadi kecintaan.
Baca juga: Belajar Memahami Manusia Sambil Merawat Sejarah Bangsa Lewat Museum
Ketika tiba masa lulus SMA dan harus memilih jalur pendidikan, Sakti tidak ragu untuk melanjutkan studi ke Sastra Nusantara UGM, yang kini dikenal sebagai Sastra Jawa UGM.
Selama menjalani kuliah S1 di UGM, Sakti sering berkunjung melihat-lihat koleksi manuskrip dan buku lawas di Perpustakaan dan Arsip UGM serta Perpustakaan Widyapustaka Pura Pakualaman, tempatnya kini bekerja.
Ia mengaku selalu meluangkan waktu selepas kuliah setiap Senin dan Kamis untuk datang ke Perpustakaan Widyapustaka Pura Pakualaman.
“Ketika saya di sana, ruangan perpustakaannya itu masih sangat sederhana. Tumpukan-tumpukan buku belum terpelihara, bener-bener peteng (gelap-red) gitu ya. Tapi entah panggilan mungkin ya, saya selalu nyulaki seperti yang saya lakukan di rumah Tamansiswa, ngresiki buku (membersihkan buku-red), selalu kula nuwun dulu sama sik kagungan (selalu permisi dulu sama yang punya-red) yang kelihatan maupun yang tidak terlihat,” tutur Sakti.
Perjalanan Sakti di perpustakaan itu juga diawali dengan inisiatifnya saat itu untuk mencatat setiap bait awal dari koleksi manuskrip yang ada.
Inisiatif tersebut muncul dari pertanyaan yang sudah sering datang dari tamu yang berkunjung yaitu tentang keberadaan katalog koleksi naskah perpustakaan.
| Kisah Eva Lanjutkan Usaha Djadjanan Pak Darso Pasar Beringharjo Yogyakarta |
|
|---|
| Dari Bantul ke Pasar Global: Nurmalita Tawarkan Produk Handmade Berbahan Kain Perca |
|
|---|
| Bendung Lepen: Dari Saluran Air Kotor Jadi Wisata Ikan di Yogyakarta |
|
|---|
| Melirik Peluang Bisnis Level Kaki Lima Lingkungan Kampus di Jogja |
|
|---|
| Kisah Avis Haris dan Kedai Kopi Punk Ala Rich Yogya yang Sarat Filosofi |
|
|---|
