Kisah Inspiratif
Kisah Sri Ratna Saktimulya Menyusun Manuskrip Kuno Koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta
Bagi Sakti, naskah kuno tidak pernah berhenti berbicara. Ia hidup pada setiap lembar yang disentuh dan setiap generasi yang meneruskannya.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Ringkasan Berita:
- Kecintaan Sri Ratna Saktimulya terhadap manuskrip tertanak sejak kecil karena tumbuh di lingkungan Tamansiswa.
- Potensi Sakti membuatnya dipercaya menyusun katalog naskah kuno Perpustakaan Widyapustaka Pura Pakualaman dan dikenal hingga mancanegara.
TRIBUNJOGJA.COM - Tumbuh bersama aroma kertas tua cerita sejarah leluhur mengantarkan Sri Ratna Saktimulya (65) menjadi salah satu sosok paling tekun yang merawat naskah kuno dan melestarikan kebudayaan Jawa hingga masa purna tugasnya.
Perempuan yang akrab dipanggil Sakti itu memang sudah lama aktif berkecimpung di dunia Sastra Jawa, khususnya bidang filologi dan kodikologi.
Ia pertama kali mendapat tawaran untuk membantu menyusun manuskrip saat masih menjadi asisten dosen di Program Studi Sastra Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM).
Timothy Behrend, pengajar dan peneliti manuskrip Jawa, merupakan sosok yang melihat potensi itu pada Sakti.
Ia meminta Sakti untuk ikut serta dalam penyusunan naskah-naskah atau manuskrip kuno koleksi Museum Sonobudoyo.
“Saat itu saya mendapat bimbingan dari dr. Timothy Behrend. Senang sekali karena jadi semakin tahu pernaskahan manuskrip Jawa itu bagaimana. Bagaimana cara mengungkap isinya, itu juga saya peroleh justru ketika membantu Timothy Behrend,” ungkap Sakti.
Setelah pengalaman menyusun naskah-naskah manuskrip di Museum Sonobudoyo, Sakti kemudian mendapat kesempatan untuk bekerja di Perpustakaan Widyapustaka Pura Pakualaman.
Di sana, Sakti kembali diminta oleh Timothy dan beberapa peneliti asing lain untuk membuatkan katalog naskah-naskah koleksi perpustakaan.
Ia bercerita bagaimana keaktifannya berkunjung ke perpustakaan dan potensi diri yang telah dilihat oleh Timothy membuatnya diminta menjembatani ke pihak Paku Alam untuk melangsungkan penyusunan.
“Waktu itu Putra Mahkota dari Paku Alam (PA) ke-8 ya, PA ke-9 ngendika (berkata-red), ‘nek (kalau-red) mau bikin katalog, harus kamu. Kula pitados panjenengan (Saya percaya kamu-red).’ Nggih sendhika, kalau sudah dhawuh begitu ‘kan (Ya saya patuh, kalau sudah diperintah begitu ‘kan-red),” ujar Sakti.
Baca juga: Titik Terang Pengembalian Manuskrip Sri Sultan HB II, British Library Berikan Akses Terbuka
Buku katalog itu akhirnya menjadi karya pertama Sakti yang mendunia.
Adanya kerja sama dengan yayasan global yang mengelola distribusi naskah kuno memungkinkan buku katalog itu untuk dikirim dan disebarluaskan ke seluruh negara dan kota di dunia yang memiliki Fakultas Sastra di dalamnya.
Karya itu juga yang kemudian mengantarkan Sakti berkenalan dengan banyak peneliti lokal dan asing, seperti Annabel Teh Gallop dan Joss Wibisono.
Ia juga berkesempatan diundang ke hampir seluruh penjuru negeri dan berbagai negara untuk berbicara persoalan manuskrip.
Perjalanan Merawat Manuskrip
Sakti mengaku kecintaannya pada Sastra Jawa bermula dari masa kecilnya yang tinggal dan tumbuh besar di Kompleks Pendopo Agung Tamansiswa.
| Kisah Eva Lanjutkan Usaha Djadjanan Pak Darso Pasar Beringharjo Yogyakarta |
|
|---|
| Dari Bantul ke Pasar Global: Nurmalita Tawarkan Produk Handmade Berbahan Kain Perca |
|
|---|
| Bendung Lepen: Dari Saluran Air Kotor Jadi Wisata Ikan di Yogyakarta |
|
|---|
| Melirik Peluang Bisnis Level Kaki Lima Lingkungan Kampus di Jogja |
|
|---|
| Kisah Avis Haris dan Kedai Kopi Punk Ala Rich Yogya yang Sarat Filosofi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Potret-Saktimulya.jpg)