MA Darul Mushlihin Kembangkan Program Maggot untuk Integrasi Pembelajaran dan Pengolahan Sampah
Di MA Darul Mushlihin Bantul, program budidaya maggot kini menjadi jantung inovasi lingkungan madrasah.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:
- MA Darul Mushlihin Bantul mengembangkan program budidaya maggot
- Budidaya maggot dilakukan sebagai salah satu bagian dari upaya pengolahan sampah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Bagi Reza, siswa kelas X, pelajaran biologi tak lagi berhenti pada halaman buku.
Setiap hari ia turun langsung merawat maggot—larva kecil yang kini menjadi kunci pengurangan sampah organik dan sumber pakan lele di madrasahnya.
Dari interaksi harian itulah Reza memahami bahwa pembelajaran lingkungan bisa lahir dari hal sederhana yang dikelola dengan konsisten.
Di MA Darul Mushlihin Bantul, program budidaya maggot kini menjadi jantung inovasi lingkungan madrasah.
Ruangan kosong yang semula tak terpakai telah diubah menjadi ruang produksi maggot, tempat siswa mengelola sampah organik dari dapur dan kantin.
Program “Maggot Farming for Future” ini digagas tim kewirausahaan sebagai model pembelajaran aplikatif, ekonomis, dan berkelanjutan.
Budidaya maggot dipilih karena manfaat gandanya.
Larva Black Soldier Fly (BSF) berprotein tinggi sehingga cocok untuk pakan lele, sementara kemampuan makannya yang agresif membantu mempercepat penguraian sampah organik.
Sebelum program ini berjalan, sampah dari dapur pesantren belum tertangani optimal. Kini, tumpukan limbah itu berubah menjadi media pembelajaran.
Dampak Besar
Menurut pengurus pondok, Defri, program ini memberikan dampak besar bagi pengelolaan sampah.
“Berdasarkan data yang kami kumpulkan selama 2 bulan pembudidayaan maggot ini, kabar menggembirakan bahwa program budidaya maggot berhasil mengurangi volume sampah organik di MA Darul Mushlihin Bantul sebesar 60 persen. Dari sampah 50 kilogram per minggu, 30 kilogram di antaranya berhasil kami olah menjadi maggot,” jelasnya.
Perubahan tak hanya terlihat dari sisi lingkungan, tetapi juga dari dinamika pembelajaran.
Setiap kelas mendapat jadwal piket merawat maggot, mulai dari memilah sampah organik, mengelola media, hingga memanen larva yang siap menjadi pakan.
Baca juga: Bantul, Sleman, Kota Yogyakarta Diminta Kirim 1.000 Ton Sampah ke Piyungan
Laporan perkembangan dan produksi pun dicatat langsung oleh siswa, menjadi bagian dari literasi saintifik mereka.
“Kami tidak hanya belajar teori di kelas saja, tetapi sebagai praktik langsung menciptakan solusi untuk lingkungan,” ujar Reza, yang sejak awal ikut mengurus ruang produksi maggot.
Integrasi program ini mencakup berbagai mata pelajaran.
Pada biologi, siswa mempelajari metamorfosis BSF; pada matematika, mereka menghitung efisiensi produksi; pada kimia, mereka mengamati proses dekomposisi; dan pada kewirausahaan, mereka menilai potensi ekonomi maggot sebagai komoditas bernilai.
Kepala MA Darul Mushlihin Bantul, Andri Efriadi, Sos.I., Gr., menargetkan pengembangan lebih jauh.
“Pada rencana ke depannya, kami akan meningkatkan skala produksi dan mulai memproduksi maggot untuk dijual juga, bukan hanya sebagai pakan lele internal madrasah. Selain itu, kami juga berencana untuk memproduksi produk turunan seperti tepung maggot yang memiliki harga jual lebih tinggi dan masa simpan lebih lama. Inovasi ini adalah bukti bahwa pendidikan harus menyentuh semua aspek kehidupan, mulai dari intelektual, agama, lingkungan, dan ekonomi,” ungkapnya.
Dengan pendekatan ini, MA Darul Mushlihin Bantul membuktikan bahwa inovasi lingkungan tidak harus lahir dari teknologi tinggi.
Justru dari maggot—larva kecil yang sering dianggap remeh—para siswa belajar makna keberlanjutan, kemandirian, dan kreativitas dalam memecahkan persoalan sehari-hari.
Program ini menjadi laboratorium hidup yang menumbuhkan kepedulian ekologis sekaligus menyiapkan sumber pendapatan baru bagi madrasah. (*)
| Pemilahan Sampah di Kota Yogyakarta Belum Optimal, Penggerobak Sambat Dapat Tambahan Tugas |
|
|---|
| Warga Patangpuluhan Olah Sampah Pakai 10 Biopori Jumbo, Jadi Pilot Project di Kota Yogya |
|
|---|
| Dampak Musim Hujan, Kota Yogya Alami Defisit Pengolahan Sampah 75 Ton Per Hari |
|
|---|
| PSEL dan Mesin Pengolah Sampah Milik Pemkot Yogya Bakal Jalan Beriringan, Pemilahan Tetap Lanjut |
|
|---|
| Bupati Bantul Keluarkan SE Anggaran APBKal untuk Pengolahan Sampah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Siswa-MA-Darul-Mushlihin-Bantul-memeriksa-perkembangan-maggot.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.