Sri Sultan HB X Kukuhkan KPH Notonegoro Pimpin Pirukunan Tuwanggana DIY
Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro ditetapkan sebagai Ketua Pirukunan Tuwanggana DIY.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:
- Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro ditetapkan sebagai Ketua Pirukunan Tuwanggana DIY.
- Tugas Lembaga Tuwanggana adalah melakukan pembinaan, pengawasan, dan penyampaian aspirasi di tingkat kalurahan di DIY
- Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menegaskan kembali makna desa sebagai inti kebudayaan dan fondasi keberagaman Indonesia.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengukuhkan Pengurus Pirukunan Tuwanggana Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masa bakti 2025–2030, di Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Kamis (13/11/2025).
Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro ditetapkan sebagai Ketua Pirukunan Tuwanggana DIY.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (PMK2PS) DIY, KPH Yudanegara, menjelaskan, pengukuhan ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 12 Tahun 2025, yang menegaskan bahwa Tuwanggana merupakan mitra strategis bagi pemerintah kalurahan.
“Tuwanggana ini merupakan mitra dari kalurahan. Kalau di tingkat kalurahan ada lembaga yang disebut Nayantaka, maka di tingkat kabupaten atau kota terdapat lembaga bernama Tuwanggano. Fungsinya antara lain menyerap aspirasi masyarakat yang kemudian disampaikan ke kalurahan, serta melaksanakan pembinaan dan pengawasan di tingkat kalurahan, kabupaten, maupun kota,” ujarnya.
KPH Notonegoro menambahkan, lembaga Tuwanggana kini telah terbentuk di empat kabupaten dan satu kota di DIY.
Tugasnya seragam di seluruh wilayah, yakni melakukan pembinaan, pengawasan, dan penyampaian aspirasi di tingkat kalurahan.
Ia menyebutkan, lembaga ini merupakan bentuk penyempurnaan dari lembaga sebelumnya yang telah ada sejak lama.
“Bagi teman-teman media yang mungkin baru mendengar istilah ‘Tuwanggano’, lembaga ini baru diberlakukan pada tahun 2025. Sebelumnya itu namanya LPMK, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan, dan sebelumnya lagi namanya LKMD, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Sekarang, oleh Ngarsa Dalem khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, diubah namanya menjadi Tuwanggano yang kurang lebih masih mewarisi tugas-tugas dari lembaga-lembaga pendahulunya,” kata Yudanegara.
Ia menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang berperan dalam proses pembentukan dan pelantikan lembaga tersebut.
“Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara dan teman-teman dari Pemda, khususnya Bapak Gubernur, yang telah melantik kami pada hari ini. Saya mohon doa restunya kepada teman-teman juga supaya kami bisa menjalankan tugas kami lima tahun ke depan,” ujarnya.
Periode Kedua
Memasuki periode keduanya, Yudanegara menegaskan bahwa tantangan utama ke depan adalah peningkatan kapasitas kelembagaan Tuwanggana di tingkat kalurahan.
Ia menyebut, pada periode pertama permasalahan yang dihadapi terutama berkaitan dengan regulasi.
“Di periode pertama itu kami mengidentifikasi ada berbagai permasalahan. Yang saya coba untuk atasi periode pertama itu adalah permasalahan regulasi. Nah sekarang dengan keluarnya Pergub ini, permasalahan regulasi ini kemungkinan besar sudah bisa teratasi,” katanya.
Selanjutnya, fokus pembinaan akan diarahkan pada peningkatan kemampuan lembaga agar mampu bekerja lebih merata di seluruh kalurahan.
“Tuwanggono ini di setiap desa kapasitasnya itu berbeda-beda. Ada yang sangat maju sekali. Tapi ada desa-desa yang Tuwanggononya itu mungkin kapasitasnya masih bisa ditingkatkan lagi. Nah ini target saya untuk lima tahun ke depan ini terutama adalah untuk mencoba adanya ekualisasi, equity antar Tuwanggano. Mereka bisa saling berbagi pengalaman, berbagi pembelajaran supaya terjadi pertukaran pengetahuan. Jadi ketimpangan antara satu kalurahan dan yang lainnya itu bisa teratasi,” ujarnya.
Baca juga: Disperindag DIY Catat Fluktuasi Permintaan Ekspor dari AS pada September 2025
Selain itu, KPH Notonegoro juga menegaskan posisi lembaga tersebut dalam tata kelola aset desa.
“Kalau tanah kas desa itu tidak ada kewenangan dari Tuwanggano. Cuma biasanya kalau penggunaan tanah kas desa itu kemudian dikelola oleh warga sendiri, memang yang bergerak itu yang mengelola apakah itu nanti bentuknya sebuah usaha atau apa, itu bisa jadi dikelola oleh Tuwanggano. Tapi tidak dalam fungsi pengawasan,” tuturnya.
Ia menutup dengan penegasan bahwa setiap kalurahan di DIY kini sudah memiliki Tuwanggana yang siap berfungsi penuh.
“Jumlah Tuwanggano di setiap kalurahan sudah ada. Setiap kalurahan ada Tuwanggononya. Sudah ada itu,” ujarnya.
Amanat Sri Sultan HB X
Adapun dalam sambutannya, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan kembali makna desa sebagai inti kebudayaan dan fondasi keberagaman Indonesia.
Sultan menilai inisiatif Tuwanggana menjadi cermin kesadaran kolektif warga dalam membangun kesejahteraan dari akar rumput.
“Secara tematik, membaca desa adalah sebuah introspeksi atas eksistensi. Desa bukan semata ruang administratif, tetapi sejatinya adalah laku kebudayaan yang menumbuhkan kehidupan,” ujar Sultan.
“Ketika kita mengeja I–N–D–O–N–E–S–I–A, tersemat di dalamnya kata desa. Misi kita bukan sekadar mengeja huruf, melainkan meneguhkan makna bahwa Indonesia adalah rumah dari keberagaman, dan setiap desa adalah batu bata penyangganya,” imbuhnya.
Dalam konteks itu, Sri Sultan HB X menjelaskan, Tuwanggana hadir sebagai wadah yang menghidupkan kembali semangat gotong royong dan musyawarah akar rumput di DIY.
“Tuwanggana bukan hanya organisasi kemasyarakatan, melainkan cerminan kesadaran kolektif bahwa kesejahteraan dibangun bukan dari atas, melainkan dari bawah, melalui partisipasi dan kesadaran bersama,” ucapnya.
Sultan mengingatkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan modern menuntut organisasi seperti Tuwanggana memiliki wawasan adaptif dan kemampuan bertahan dalam dunia yang penuh kejutan.
“Kita hidup di dunia yang kompleks, sarat kejutan, dan perubahan tak terduga. Karena itu, Tuwanggana dituntut untuk mampu berpikir melampaui kebiasaan: melakukan lompatan pemikiran non-linier, bahkan out of the box, dari terra firma menuju terra incognita, daratan masa depan yang belum tergambar sama sekali,” katanya.
Sultan menyebut para pengurus Pirukunan Tuwanggana yang baru dikukuhkan sebagai 'navigator masa depan sosial Daerah Istimewa Yogyakarta.'
Peran mereka, kata Sultan, sangat strategis dalam mengoordinasikan seluruh Tuwanggana di tingkat kalurahan, kelurahan, kapanewon, kemantren, hingga kabupaten dan kota agar bekerja secara selaras, kompak, dan penuh semangat pelayanan.
“Apabila diibaratkan, Pirukunan ini adalah pancering waskhita, titik keseimbangan dari jejaring sosial masyarakat yang luas, tempat berlabuhnya aspirasi rakyat, dan pusat gravitasi penjaga harmoni antara negara dan warga,” tutur Sri Sultan HB X.
Sri Sultan turut menekankan bahwa pemerintahan modern tidak lagi bertumpu pada intuisi dan instruksi, melainkan pada data dan kolaborasi.
“Tuwanggana adalah bukti bahwa desentralisasi tidak hanya memindahkan kewenangan, tetapi juga memerdekakan kesadaran,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sesuai Peraturan Gubernur DIY Nomor 12 Tahun 2025, Pirukunan Tuwanggana memiliki empat tugas utama: merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mendampingi pelaksanaan kegiatan Tuwanggana di seluruh DIY.
Pemerintah daerah, lanjut Sri Sultan, telah menyiapkan fasilitasi berupa hibah tahunan sebesar Rp225 juta melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (PMK) Dukcapil untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut.
Namun Sri Sultan HB X mengingatkan, bantuan tersebut bukan sekadar urusan dana, melainkan bentuk kepercayaan.
“Fasilitasi bukan semata perkara dana, tetapi tanda kepercayaan. Karena itu, kepada para bupati dan wali kota, saya mendorong agar komitmen serupa juga diberikan di tingkat kabupaten dan kota,” katanya.
“Jika provinsi berperan sebagai pendamping, maka kabupaten dan kota harus menjadi penggerak, agar jejaring Pirukunan Tuwanggana benar-benar hidup dari pusat hingga akar.”
Dalam khazanah budaya Jawa, Sultan mengutip pepatah ngunduh wohing pakarti—manusia menuai buah dari perilakunya—sebagai refleksi atas tata kelola modern.
“Maknanya kini meluas: perilaku bukan sekadar etika individu, tetapi sistem nilai yang menentukan kualitas tata kelola,” katanya.
Ia menegaskan, keberhasilan Tuwanggana tidak diukur dari banyaknya kegiatan yang dilaksanakan, tetapi dari kedalaman dampaknya.
“Apakah benar membawa manfaat bagi warga? Apakah sudah melahirkan kemandirian sosial dan ekonomi? Apakah sudah memperkuat kebudayaan lokal dalam menghadapi dunia global?” ujar Sultan.
Menurut dia, Tuwanggana menjadi pilar lahirnya setiap Kalurahan Mardikâ—kalurahan yang berdaulat, berintegritas, dan inovatif dalam menghidupi nilai-nilai keistimewaan.
“Tuwanggana adalah wahana bagi warga untuk ikut menentukan arah pembangunan, mendayagunakan potensi, dan menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan kebudayaan,” ucap Sultan.
Ia mengingatkan pentingnya peran Pirukunan Tuwanggana sebagai pengikat dan penjaga semangat kolektif.
“Koordinasikan seluruh Tuwanggana di DIY agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Salurkan energi positif, serta jaga hubungan harmonis dengan lurah dan perangkat pemerintahan lainnya,” kata Sultan.
Sri Sultan juga menyinggung dinamika sosial di tingkat lokal yang kerap diwarnai kompetisi.
“Terlebih, bila ada anggota Tuwanggana yang pernah berkompetisi dalam pemilihan lurah. Saat ini bukan lagi waktu untuk bersaing, melainkan bersinergi. Dalam ekosistem sosial, sinergi selalu lebih bernilai daripada kemenangan, dan harmoni akan selalu lebih abadi daripada kekuasaan,” ujarnya.
Sultan berharap momentum pelantikan ini menjadi awal baru bagi pengurus dalam menjalankan tugas.
“Dengan harapan seperti itulah, hendaknya hari ini dijadikan starting point oleh jajaran pengurus Pirukunan Tuwanggana DIY masa bakti 2025–2030 dalam mengemban tugas,” kata Sultan.
“Selamat bekerja dan mengabdi. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan, dan meridhai usaha-usaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, melalui pengabdian dalam kepengurusan yang baru ini,” tandas Sultan. (*)
| Sri Sultan HB X Ingatkan Tekanan Inflasi Akhir Tahun, Dorong Pengendalian Harga |
|
|---|
| KADIN DIY Gelar Musda IX di JEC, Ini Pesan Gubernur DIY Sri Sultan HB X |
|
|---|
| Dubes Hungaria dan Turki Temui Sultan HB X Bahas Kolaborasi Pendidikan dan Kebudayaan |
|
|---|
| Sri Sultan HB X Harap Kerja Sama DIY–Kyoto Terus Tumbuh dari Akar Tradisi |
|
|---|
| Kata Sri Sultan HB X Tanggapi Keracunan MBG yang Kembali Berulang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/KPH-Notonegoro-dan-KPH-Yudanegara.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.