RSUP Dr Sardjito Kembangkan Terapi Regeneratif, Harapan Baru bagi Pasien Nyeri Sendi Lutut

Pendekatan berbasis regenerative medicine membuka jalan baru dalam dunia ortopedi, pengobatan tanpa pembedahan

Dok.Istimewa
PENANGANAN CEDERA - Dr. dr. Aditya Fuad Robby Triangga, Sp.OT, Subsp.P.L(K), memperagakan teknik penanganan cedera lutut. 
Ringkasan Berita:
  • Terapi regeneratif dikembangkan dan diterapkan di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta
  • Pendekatan berbasis regenerative medicine membuka jalan baru dalam dunia ortopedi
  • Terapi memungkinkan pengobatan tanpa pembedahan yang mengedepankan kemampuan tubuh untuk memulihkan dirinya sendiri

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kemajuan kedokteran regeneratif mengubah cara pandang terhadap penyakit degeneratif sendi lutut.

Jika dulu operasi menjadi jalan terakhir yang tak terhindarkan, kini pasien memiliki pilihan baru—terapi non-pembedahan yang memanfaatkan kemampuan alami tubuh untuk memperbaiki jaringan yang rusak.

Selama ini, penyakit degeneratif sendi lutut atau osteoartritis sering dianggap sebagai bagian tak terelakkan dari proses penuaan.

Ketika bantalan tulang rawan atau kartilago di antara tulang paha dan tulang kering menipis, gesekan antar tulang pun terjadi.

Akibatnya, timbul rasa nyeri hebat, kaku, dan pembengkakan yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pendekatan medis konvensional selama bertahun-tahun hanya berfokus pada pengendalian gejala melalui pemberian obat anti-nyeri dan terapi fisik.

Bila keluhan tak lagi tertahankan, operasi penggantian sendi menjadi pilihan terakhir.

Namun kini, pendekatan berbasis regenerative medicine membuka jalan baru dalam dunia ortopedi: pengobatan tanpa pembedahan yang mengedepankan kemampuan tubuh untuk memulihkan dirinya sendiri.

Salah satu dokter yang menjadi pelopor penerapan metode ini di Indonesia adalah Dr. dr. Aditya Fuad Robby Triangga, Sp.OT, Subsp.P.L(K), spesialis ortopedi yang mendalami bidang kedokteran regeneratif.

Ia menjelaskan bahwa dunia kedokteran sedang mengalami pergeseran besar dalam memahami cara tubuh memperbaiki jaringan yang rusak.

“Pertanyaannya bukan lagi apakah mungkin, tetapi bagaimana kita bisa mengoptimalkannya untuk setiap pasien,” ujar dr. Robby Triangga.

“Dulu, pilihan kita terbatas pada obat pereda nyeri atau langsung operasi. Sekarang, kita memasuki era kedokteran regeneratif. Dengan teknologi seperti sel punca (stem cell) dan turunannya, misalnya Platelet-Rich Plasma (PRP), kita bisa menyuntikkan ‘benih’ perbaikan langsung ke titik masalah, merangsang tubuh untuk memperbaiki kerusakannya sendiri tanpa jalan pembedahan.”

Menurut dr. Robby, terapi regeneratif bekerja dengan prinsip dasar memperkuat potensi penyembuhan alami tubuh.

Dalam prosedur PRP, misalnya, darah pasien diambil dan diolah sehingga diperoleh plasma kaya trombosit—komponen yang mengandung berbagai faktor pertumbuhan.

Cairan tersebut kemudian disuntikkan secara presisi ke dalam sendi lutut yang rusak.

Jika menggunakan sel punca atau turunannya, sumbernya bisa berasal dari tali pusat bayi yang telah disimpan dan diolah di laboratorium medis bersertifikat.

Kedua pendekatan ini memiliki tujuan sama: menstimulasi jaringan tulang rawan untuk tumbuh kembali dan memperbaiki diri.

“Dalam beberapa kondisi, terapi regeneratif juga bisa dikombinasikan dengan teknik pembedahan minimal invasif, yakni operasi dengan sayatan yang sangat kecil. Ini membantu hasil terapi menjadi lebih optimal tanpa menimbulkan trauma berlebih bagi pasien,” terangnya.

Terapi ini telah dikembangkan dan diterapkan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, dengan hasil yang menggembirakan.

Prosedurnya sederhana dan minim risiko: pasien tidak perlu menjalani rawat inap dan biasanya dapat pulang di hari yang sama.

Hasil awal menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat kerusakan sendi ringan hingga sedang mengalami perbaikan signifikan, baik dari sisi mobilitas maupun penurunan rasa nyeri.

Meski demikian, dr. Robby menegaskan bahwa terapi regeneratif bukan solusi universal bagi semua pasien osteoartritis.

“Opsi terapi ini tentu harus didasarkan pada hasil analisis dan pemeriksaan awal,” jelasnya. “Jika stadium atau derajat kerusakannya masih tergolong ringan hingga sedang, terapi regeneratif bisa menjadi pilihan yang baik. Namun, jika sudah berat, maka operasi tetap menjadi pilihan terbaik demi kualitas hidup yang lebih baik.”

Dengan hadirnya pendekatan kedokteran regeneratif, masa depan pengobatan penyakit sendi lutut kini tampak lebih menjanjikan.

Pasien tak lagi harus pasrah menunggu giliran di meja operasi.

Di tengah perkembangan ilmu kedokteran yang pesat, harapan untuk kembali bergerak tanpa rasa nyeri bukan lagi sekadar impian—melainkan kemungkinan nyata yang dapat diwujudkan. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved