Ini Sejumlah Kendala Disperindag DIY Atasi Peredaran Pakaian Bekas Impor Ilegal

Kepala Disperindag DIY, Yuna Pancawati, mengatakan masuknya pakaian bekas impor membuat produsen lokal sulit bersaing.

Tribun Jogja/ Christi Mahatma Wardhani
Kepala Disperindag DIY, Yuna Pancawati 

Ringkasan Berita:
  • Disperindag DIY mengakui hadapi sejumlah kendala dalam mengatasi pakaian bekas impor ilegal
  • Selain faktor struktural, faktor sosial ekonomi juga kerap dihadapi dan menjadi kendala
  • Barang-barang ilegal dikirim ke Yogyakarta lewat jalur darat menggunakan truk tanpa dokumen resmi, sehingga sulit diawasi oleh aparat daerah.

 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY mengalami kendala dalam mencegah masuknya pakaian bekas impor ilegal.

Selain kompleks, ada beberapa faktor struktural maupun sosial ekonomi.

Kepala Disperindag DIY, Yuna Pancawati, mengatakan masuknya pakaian bekas impor membuat produsen lokal sulit bersaing.

Hal itu karena harga pakaian bekas impor sangat murah, bahkan di bawah harga pokok produksi lokal.

"Ini membuat produk konveksi, batik, dan fesyen buatan lokal sulit bersaing di pasar domestik. Akibatnya, penjualan produk baru buatan IKM menurun, terutama untuk segmen pakaian kasual dan sehari-hari," katanya, Jumat (31/10/2025).

"Beberapa pelaku usaha kecil bahkan beralih profesi atau menutup usahanya karena tidak mampu menyaingi harga dan tren pakaian bekas impor," sambungnya.

Yuna mengungkapkan sebagian besar pakaian impor tidak masuk langsung melalui Yogyakarta, melainkan berasal dari kota-kota pelabuhan besar seperti Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), atau Pelabuhan Belawan (Medan).

Barang-barang itu kemudian dikirim ke Yogyakarta lewat jalur darat menggunakan truk tanpa dokumen resmi, sehingga sulit diawasi oleh aparat daerah.

Di sisi lain, kewenangan pengawasan bea cukai dan karantina berada di pemerintah pusat, sementara daerah hanya bisa melakukan penertiban di tingkat distribusi atau pasar.

"Satpol PP, Disperindag, dan kepolisian daerah tidak memiliki kewenangan langsung untuk menindak barang impor ilegal di perbatasan wilayah,"  ungkapnya.

Faktor Sosial Ekonomi

Selain masalah struktural, pihaknya juga menghadapi kendala sosial.

Hal ini karena tingginya permintaan pakaian bekas impor dari konsumen lokal. 

Menurut dia, masyarakat, terutama kalangan muda menyukai pakaian bekas impor karena biasanya barang branded, harga murah, dan model unik.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved