Keracunan MBG

Siswa SD di Bantul Keracunan MBG, Dapur SPPG Mulyodadi Ditutup

Sekitar dua minggu yang lalu atau pada 16 Oktober 2025, di salah satu SD penerima MBG itu ada delapan orang terkena keracunan MBG.

|
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
ILUSTRASI - Sejumlah wadah paket MBG yang telah dikonsumsi anak-anak TK ABA Kasatriyan Wates, Kulon Progo, Rabu (18/06/2025). Menu bakmi MBG pada Selasa diduga basi sehingga membuat anak-anak TK diare dan muntah. 

Ringkasan Berita:
  • Satu dapur penyedia makanan bergizi gratis di Bantul ditutup setelah delapan siswa SD diduga keracunan.
  • Hasil uji sampel makanan menunjukkan adanya bakteri, diduga akibat jeda waktu penyajian yang terlalu lama.
  • Operasional dapur belum bisa dibuka kembali karena menunggu sertifikat laik hygiene sanitasi (SLHS).
  • Penutupan ini membuat ribuan siswa untuk sementara tidak mendapat jatah makanan bergizi harian.

 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, dikabarkan berhenti operasional dikarenakan terlibat kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) sekitar dua minggu yang lalu. 

Kabar itu dibenarkan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Hermawan Setiaji. Ia mengungkapkan, dapur SPPG yang tutup yakni di SPPG Mulyodadi, Kapanewon Bambanglipuro.

"Sekitar dua minggu yang lalu atau pada 16 Oktober 2025, di salah satu SD penerima MBG itu ada delapan orang (terkena keracunan)," katanya, kepada awak media di sela-sela tugasnya, Kamis (30/10/2025).

Disampaikannya, mereka yang terkena keracunan itu merasakan mual, sakit perut, dan pusing.

Akan tetapi, semuanya sudah mendapatkan penanganan kesehatan dan pemberian obat, sehingga dinyatakan sudah sehat.

Baca juga: Rumah di Tepus Gunungkidul Terbakar, Api Menjalar setelah Ledakan Kecil saat Mengecas HP

"Sampel makanan juga sudah kami ambil. Hasilnya, memang ditemukan bakteri pada makanan. Informasi dari teman yang menangani itu, dimungkinkan (keracunan terjadi) dari jeda waktu penyajian makanan (cukup lama)," beber Hermawan.

Seharusnya, jeda waktu antara pembuatan makanan hingga penyajian makanan berlangsung selama empat jam. Akan tetapi, pada saat itu, dimungkinkan jeda waktu lebih dari empat jam.

Hentikan Sementara

Buntut dari kasus itu, Badan Gizi Nasional (BGN) langsung mengambil sikap dengan menghentikan sementara operasional dapur SPPG Mulyodadi. Sampai saat ini, SPPG Mulyodadi masih belum beroperasional.

"Hasil konfirmasi ke pihak koordinatornya, SPPG itu masih off. Sampai sekarang masih nunggu sertifikat laik hygiene sanitasi (SLHS). Kalau itu sudah keluar, baru ada permohonan operasional lagi," urainya. 

Tadinya, SLHS itu menjadi perdebatan hangat. Dimana, acuan itu akan digunakan melalui regulasi sistem OSS atau surat edaran dari Kementerian Kesehatan.

"Kemarin, di Bantul itu sudah terbit satu SLHS-nya. Kemudian, kita hentikan sambil menunggu kepastian SPPG itu dianggap usaha atau penugasan. Kemarin sudah diambil keputusan bahwa nanti tidak dianggap usaha, jadi nanti menggunakan surat edaran dari Kementerian Kesehatan," papar dia.

Lebih lanjut, Hermawan mengatakan, bahwa semua SPPG yang ada sudah mengajukan untuk memperoleh SLHS ke Dinas Kesehatan dan ditindaklanjuti dengan pengambilan sampel. Jika memenuhi syarat, maka akan langsung dikeluarkan SLHS tersebut kepada SPPG yang ada.

Baru Satu

Terpisah, ‎Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Samsu Aryanto, menyampaikan, dari puluhan Dapur SPPG di Kabupaten Bantul, baru satu yang mengantongi SLHS.

"Karena, sejumlah syarat harus diajukan oleh dapur SPPG untuk mendapatkan SLHS yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan dan itu tidak mudah," ucapnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved