Baru Ada 14 SPPG, Program MBG di Kota Yogyakarta Terkendala Tingginya Harga Sewa Lahan

Kendala utama percepatan realisasi SPPG di Yogya adalah kesulitan mendapatkan lahan yang cocok, serta tingginya harga sewa tanah di wilayah perkotaan

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
TINJAU MBG - Peninjauan pelaksanaan program MBG di SDN Pujokusuman I, oleh Komisi IV DPR RI dan jajaran Pemkot Yogyakarta, Selasa (7/10/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Yogyakarta menghadapi tantangan serius, terkait pengadaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Bukan tanpa alasan, untuk merealisasikan unit yang bertanggung jawab menyediakan makan bergizi bagi anak sekolah itu, Kota Yogyakarta mengalami kendala soal ketersediaan lahan.

Benar saja, dari target atau kebutuhan total 42 unit yang tersebar di seluruh kamantren atau kecamatan, sampai saat ini baru 14 unit SPPG yang berhasil terealisasi dan beroperasi. 

Kendala utama yang menghambat percepatan realisasi adalah kesulitan mendapatkan lahan yang cocok, serta tingginya harga sewa tanah di wilayah perkotaan.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menuturkan bahwa masalah lahan menjadi ganjalan utama bagi para calon pengelola SPPG. 

Ia pun menyebut izin pembangunan SPPG sebenarnya sudah dipegang oleh beberapa pihak dan tinggal menunggu realisasi fisik saja.

"Kita dorong terus, kita bantu agar (SPPG) yang lainnya itu segera cepat realisasi," katanya, saat ditemui selepas meninjau pelaksanaan MBG di SD N Pujokusuman I, Selasa (7/10/2025).

"Hanya yang masalah lahan itu saya kira hal yang bisa dimaklumi, bahwa di kota itu teman-teman yang mau mendirikan dapur itu mencari lahan kan tidak gampang," tambah Wali Kota.

Baca juga: Tinjau Program MBG di Kota Yogyakarta, Titiek Soeharto Tegaskan SPPG Bermasalah Harus Disanksi

Hasto pun mendapat beberapa laporan, bahwa banderol sewa lahan yang hendak digunakan untuk SPPG ternyata sudah sangat mahal.

Ujungnya, dapur untuk memenuhi kebutuhan dan alokasi makanan bergizi bagi anak-anak sekolah di kawasan tersebut urung berdiri hingga kini.

"Jadi, setelah mendapat lahan, itu ternyata mahal, sewanya mahal. Realistis kan kayak gitu, realistis di kota, itu salah satu kendala yang ada," terangnya.

Tantangan semakin besar karena adanya aturan yang mengharuskan lokasi SPPG berada di wilayah kecamatan bersangkutan.

Aturan ini membatasi opsi bagi pengelola untuk mencari lahan yang lebih terjangkau di pinggiran kota.

Menanggapi kemungkinan relokasi SPPG, Wali Kota mengakui, ada keinginan untuk mendirikan unit di luar batas kecamatan yang ditentukan, dengan mengajukan permohonan khusus.

"Karena aturannya harus ada di wilayah kecamatan yang bersangkutan. Saya kira kalau seperti itu harus harus minta izin ke MBG pusat ya," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved