Polemik Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Akademisi Soroti Independensi Hukum

Meski secara prosedural sah, pemberian abolisi dan amnesti dalam konteks saat ini justru memperlihatkan sisi kelam dari relasi kuasa dalam hukum.

KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat 

Narasi Tukar Guling Politik

Bagi Gugun, publik dapat membaca sinyal politik yang terselip dalam keputusan abolisi dan amnesti.

Ia menilai keputusan ini menjadi strategi untuk melunakkan sikap PDIP terhadap pemerintahan Prabowo.

“Begitu pengumuman amnesti untuk Hasto, kan sekarang ketua umum PDIP mengarahkan agar PDIP ikut mengawal, ikut membantu presiden. Sinyalnya sudah bisa dibaca oleh publik. Oh ini cara presiden untuk menaklukkan posisi dan itu keliru,” terangnya.

Ia bahkan menyebut langkah itu sebagai skenario politik yang dirancang sejak awal.

“Semuanya itu terkesan by desain agar diputus bersalah dulu, divonis 3,5 tahun dulu, dan nanti presiden ditunjuk untuk menjadi pahlawan agar bisa dijual kepada PDIP. PDIP mau nggak ini sekjennya kami kasih abolisi, tetapi nanti gabung ke kami, jangan ribut, jangan ganggu pemerintahan kami,” papar dia.

Menurut Gugun, jika publik dibiarkan menoleransi pemberian amnesti dan abolisi terhadap kasus yang tidak bersifat politik, maka eksistensi lembaga hukum independen seperti KPK dan institusi peradilan akan melemah secara sistemik.

“Sangat melemahkan KPK, sangat melemahkan cita-cita pemberantasan korupsi, dan yang paling penting adalah supremasi hukum, independensinya akan terganggu oleh sandera politik presiden,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga menyayangkan argumen kontribusi terhadap negara yang dipakai dalam pertimbangan pemberian abolisi atau amnesti.

“Semua anak bangsa yang lahir di Republik ini pasti punya kontribusi terhadap Republik. Orang koruptor triliun pun punya kontribusi. Tetapi tidak bisa dijadikan pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan itu sangat lemah, sangat tidak argumentatif dalam konteks menjunjung supremasi penegakan hukum,” terangnya.

Gugun menyebut kasus Tom Lembong berbeda karena lebih kepada cacat prosedur hukum acara, bukan pelanggaran substantif.

“Fokusnya di sana, jangan kemudian presiden ikut masuk ke amnestinya. Jadi harus dipisahkan,” katanya.

Sebelumnya, DPR RI telah menyetujui dua surat presiden terkait abolisi dan amnesti tersebut. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa seluruh fraksi telah menyepakati pemberian abolisi terhadap Tom Lembong dan amnesti terhadap Hasto Kristiyanto serta 1.116 narapidana lainnya.

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk mendorong rekonsiliasi nasional menjelang perayaan 17 Agustus.

“Salah satu pertimbangan pada dua orang ini salah satunya kita ingin ada persatuan dan dalam rangka perayaan 17 Agustus,” jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved