Human Interest Story

Menyemai Iman di Balik Jeruji Besi, Kisah Manasik Haji Warga Binaan Lapas Yogyakarta

Bukan di Tanah Suci, tetapi di balik tembok besi, mereka menapaki manasik haji dengan hati penuh harap dan air mata yang tak tertahan.  

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
MANASIK HAJI - Ratusan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Yogyakarta mengikuti simulasi manasik haji, berjalan perlahan mengelilingi replika Ka'bah yang dibangun di halaman lapas, Selasa (3/6/2025). 

“Pembinaan kepribadian tidak hanya menyasar perilaku dan etika sosial, tetapi juga keyakinan dan nilai-nilai keagamaan. Manasik ini menjadi jalan untuk menanamkan nilai tobat, keikhlasan, dan pengharapan,” ujarnya.

Kegiatan dimulai dengan pengarahan di masjid lapas, lalu dilanjutkan dengan pengambilan batu untuk simulasi lempar jumrah, thawaf mengelilingi replika Ka’bah yang dibuat khusus di lapangan, serta prosesi tahallul atau cukur rambut sebagai penutup simbolik.

Pendampingan kegiatan dilakukan oleh Ustaz, yang memandu seluruh proses sesuai dengan rukun haji yang berlaku.

Keikutsertaan ustaz berpengalaman menjadi bagian penting dari keabsahan simulasi sekaligus pembekalan spiritual yang dalam bagi peserta.

Menurut Arvian Dwi Nugroho, Kepala Subsi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan, antusiasme warga binaan dalam kegiatan ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Bahkan narapidana yang divonis hukuman mati pun ikut serta. Ini menandakan bahwa harapan dan keinginan untuk memperbaiki diri itu masih menyala,” kata Arvian.

Saat ini, terdapat tiga narapidana dengan vonis mati dan enam orang dengan hukuman seumur hidup yang terlibat dalam pembinaan keagamaan aktif di Lapas.

Mereka tetap semangat mengikuti pembinaan, apalagi dengan adanya harapan perubahan vonis melalui KUHP baru, yang membuka peluang penyesuaian masa hukuman dan hak integrasi.

Lapas Jadi Rumah Belajar

Program pembinaan spiritual di Lapas Kelas IIA Yogyakarta berjalan dalam kolaborasi dengan Kementerian Agama Kota Yogyakarta.

Di dalamnya, berbagai program disusun, seperti pelatihan membaca Iqra dan Alquran, tahfiz 30 juz, pelatihan hadrah dan tausiyah, serta penguatan kemampuan retorika dakwah.

Salah satu kisah inspiratif datang dari seorang warga binaan yang baru bebas minggu lalu. Ia mampu menghafal 12 juz Alquran selama menjalani masa tahanan dan kini aktif menjadi pengajar tahfiz di luar.

Tidak berhenti di situ, pembelajaran kitab kuning juga mulai diperkenalkan sejak tahun lalu.

Baca juga: Kisah Mahasiswa di Jogja yang Minta Bantuan Damkar Beri Kejutan Ultah untuk Pacarnya

Meski berat dan membutuhkan waktu serta tekad, kegiatan ini mulai diminati warga binaan yang memiliki dasar ilmu keagamaan.

“Kami sadar, sebagian besar waktu warga binaan adalah masa sunyi. Tapi justru dalam kesunyian itulah, ilmu dan iman bisa tumbuh. Harapan kami, mereka bisa keluar dari sini tidak hanya bebas secara fisik, tetapi juga merdeka secara spiritual,” ungkap Marjiyanto.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved