Human Interest Story
Kisah Zaira Bertels, Bangun Usaha Pemanfaatan Limbah di Sleman Jadi Produk Interior Berskala Ekspor
Perempuan asal Rusia ini membangun bisnisnya, Hamesha Studio, bersama sang suami Gust Bertels, di wilayah Tempel, Kabupaten Sleman.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sosok Zaira Bertels sangat percaya diri mengelola bisnis produk interior yang menjangkau pasar luar negeri.
Perempuan asal Rusia ini membangun bisnisnya, Hamesha Studio, bersama sang suami Gust Bertels, di wilayah Tempel, Kabupaten Sleman.
Hamesha menjadi pabrik kerajinan terintegrasi berskala besar yang kini mempekerjakan sekitar 100 tenaga kerja lokal dan membawa produk-produk kreatif asal Yogyakarta menembus pasar internasional, termasuk Rusia.
Mereka mengolah limbah kayu untuk dijadikan interior yang menarik dan bernilai jual tinggi.
Studio ini menjadi ekosistem kreatif yang menggabungkan 14 jenis kerajinan tradisional, di antaranya keramik, ukiran kayu, logam tempa, kaca tiup, batu pahat, tekstil tenun, dan lainnya.
Semua proses mulai dari desain hingga produksi dilakukan di satu tempat tanpa dipisahkan, sebuah pendekatan langka yang menjadikan Hamesha sebagai pionir dalam industri desain dan produksi terintegrasi di Indonesia.
"Kami tidak hanya membuat produk, kami membangun narasi budaya. Semua ide, sketsa, dan proses produksi kami lakukan di sini. Kami menggabungkan desain Eropa dengan kearifan dan keterampilan pengrajin Indonesia," kata Co Founder Hamesha Studio, Zaira Bertels, kepada awak media, Sabtu (23/8/2025).
Hamesha Studio mulai eksis sejak tiga tahun lalu dan terbilang sangat produktif melakukan ekspor keluar negeri.
Terbaru mereka telah melaunching departemen baru yakni Glass Blowing, Ceramic, Wicker dan Upholstery.
Mereka memaksimalkan limbah untuk diolah menjadi hasil karya yang luar biasa.
Bagi tim Hamesha, limbah bukan sekadar sisa tak berguna. Dengan sentuhan desain kreatif, material bekas seperti kain perca, limbah kayu hingga plastik didaur ulang menjadi aneka produk fesyen, aksesori dan dekorasi rumah.
Baca juga: Kisah Mutia, Pecatur Muda Bantul Menenun Mimpi di Dunia Busana di UNY
Produk-produk tersebut tidak hanya memiliki nilai artistik tinggi, tetapi juga sarat makna tentang keberlanjutan dan kepedulian lingkungan.
“Prinsip kami sederhana, bagaimana sesuatu yang dianggap tidak bernilai bisa hidup kembali dengan wajah baru. Dari situlah kami memulai, dan ternyata pasar internasional sangat terbuka dengan ide ini,” ungkap Zaira Bertels.
Ke depan, Hamesha Studio berencana memperluas pasar ekspornya, sekaligus memperdalam inovasi produk berbasis limbah.
Di tengah gempuran produk massal yang sering mengabaikan isu lingkungan, langkah Hamesha Studio menjadi bukti nyata bahwa kreativitas bisa berjalan beriringan dengan kepedulian terhadap keberlanjutan bumi.
"Peluang bagi produk-produk daur ulang asal Indonesia terbuka semakin lebar. Kami membangun bisnis sebagai keluarga," ungkapnya.
Hamesha juga merancang proyek Hamesha Community Village di Yogyakarta, yang diharapkan menjadi ruang hidup kreatif bagi masyarakat lokal dan internasional. (*)
Cerita Siswi Sekolah Rakyat di Bantul, Sempat Susah Tidur dan Kangen Rumah |
![]() |
---|
Cerita Faishal Ahmad Kurniawan, Putra Bantul yang Lolos Jadi Anggota Paskibraka Nasional 2025 |
![]() |
---|
KISAH Mbah Sutarji, Pejuang Penambal Jalan Berlubang yang Ikhlas Tanpa Minta Imbalan |
![]() |
---|
Kisah Putri Khasanah, Anak Pedagang Asongan di Bantul yang Bisa Kuliah Gratis di UGM |
![]() |
---|
Cerita Elsa Yuliana Anak Marbot Masjid dari Kulon Progo Masuk UGM Tanpa Tes |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.