Human Interest Story
Kisah Eka Noviana, Dosen Farmasi UGM yang Masuk Daftar Top 2 Persen Ilmuwan Berpengaruh Dunia
Eka Noviana mengaku tak pernah membayangkan dirinya kembali dinobatkan menjadi salah satu dari World’s Top 2 Percent Scientist 2025
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dosen Fakultas Farmasi UGM, apt. Eka Noviana, Ph D, masuk daftar top 2 persen ilmuwan berpengaruh dunia.
Eka Noviana mengaku tak pernah membayangkan dirinya kembali dinobatkan menjadi salah satu dari World’s Top 2 Percent Scientist 2025 yang dirilis oleh Stanford University pada September lalu.
Sebagai dosen muda, baginya penilaian sebagai ilmuwan berpengaruh ini makin memotivasi dirinya untuk melakukan riset dan publikasi yang makin berdampak bagi masyarakat.
Eka menceritakan namanya bisa masuk dalam daftar 2 persen ilmuwan berpengaruh dunia berkat dari riset selama studi doktoral di bidang analitik di Colorado State University, Amerika Serikat dan mengembangkan metode deteksi berbasis kertas (paper-based analytical device).
“Penelitian kami tentang metode deteksi menggunakan kit kertas itu mendapat banyak sitasi. Dari situ, kami akhirnya bisa masuk dalam daftar Top 2 Percent Scientist,” ujarnya, Senin (13/10/2025).
Dari penelitian ini mendorong Eka untuk mengembangkan ketertarikannya dalam mendeteksi bahan berbahaya, baik berupa obat atau zat kimia lain.
Di laboratorium Fakultas Farmasi UGM, ia melakukan berbagai uji untuk mendeteksi boraks, pewarna tekstil yang dilarang, hingga kadar obat dalam darah.
Dia menceritakan bahwa inovasi ini memungkinkan pengujian langsung tanpa perlu alat besar atau listrik.
“Cukup satu tetes sampel, lalu kita deteksi dan bisa tahu hasilnya,” jelasnya.
Dari segi sampah kimia, menurut Eka metode ini tidak hanya efisien, tetapi juga ramah lingkungan.
Dengan volume sampel kecil dan limbah kimia minimal, alat ini mudah digunakan di lapangan karena materialnya ringan terurai.
Terlebih, melihat dari segi Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga tidak semua daerah memiliki akses laboratorium atau listrik.
Berangkat dari pengalaman studi di dalam dan luar negeri, ia menyadari tantangan penelitian di Indonesia cukup besar, terutama dari sisi dana dan ketersediaan instrumen laboratorium.
Namun, keterbatasan itulah yang justru menjadi dorongan baginya untuk menggali solusi sesuai dengan kondisi yang ada.
“Kita kembangkan dengan alat sederhana. Meskipun begitu, penelitian ini tetap bisa berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat,” harapnya.
Kisah Poniyati, 30 Tahun Mengabdi Tanpa Kepastian, Kini Resmi Diangkat Jadi PPPK di Bantul |
![]() |
---|
Kisah Zaira Bertels, Bangun Usaha Pemanfaatan Limbah di Sleman Jadi Produk Interior Berskala Ekspor |
![]() |
---|
Cerita Siswi Sekolah Rakyat di Bantul, Sempat Susah Tidur dan Kangen Rumah |
![]() |
---|
Cerita Faishal Ahmad Kurniawan, Putra Bantul yang Lolos Jadi Anggota Paskibraka Nasional 2025 |
![]() |
---|
KISAH Mbah Sutarji, Pejuang Penambal Jalan Berlubang yang Ikhlas Tanpa Minta Imbalan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.