Poligami Dalam Polemik

Ada apa dengan poligami? Apakah Islam memang benar-benar sebagai agama yang menumbuhkembangkan praktek poligami?

Editor: Hari Susmayanti
Dok Pribadi
Dr.Junaidi,S.Ag.,M.Hum.,M.Kom, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Amikom 

Hal ini mengindikasikan bahwa monogami pun tidak bisa menjadi jaminan terciptanya kelanggenggan atau keharmonisan dalam hidup berumah tangga.

Dalam hal ini, tentu saja, laki-laki yang sudah bisa secara bijaksana mengelola mentalnya tidak akan sembarangan memutuskan untuk berpoligami.

Artinya, bukan soal nafsu seks yang akan menjadi pertimbangannya, tetapi kemaslahatan bersama sebagai prinsip utama.

Oleh karena itu, seharusnya yang lebih dipersoalkan adalah bukan masalah poligaminya atau monogami, tetapi sejauhmana kesiapan mental untuk menghadapi berbagai situasi yang tidak menyenangkan dalam hidup berumah tangga.

Dalam tinjauan masalah poligami, secara umum ada dua kelompok utama dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam berkenaan dengan perempuan.

Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa Islam membedakan antara laki-laki dengan perempuan, baik secara biologis maupun gender.

Distingsi perbedaan fungsi biologis ini akan berhubungan dengan perbedaan fungsi dan peran perempuan.

Beberapa ajaran Islam dimanfaatkan sebagai dasar argumentasi yang memberikan legitimasi dominasi laki-laki atas perempuan.

Seperti doktrin yang mengharuskan perempuan patuh kepada laki-laki, pengucilan dari ruang publik, soal kepemimpinan dan ritual, serta penerapan hukum keluarga dalam Islam yang cenderung memberikan peran terbatas bagi perempuan.

Kedua, kelompok yang berpandangan bahwa Islam secara substantif tidak membedakan kedudukan perempuan dengan laki-laki.

Islam menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Ajaran Islam yang esensial memberikan penghormatan yang tinggi terhadap perempuan yang tampak pada beberapa ayat Alqur’an, antara lain (Al-Hujurat:13, Al-Ahzab:35 dan Al-Ahqaf: 19).

Kelompok yang berpandangan liberal ini meyakini dan mengajak untuk memahami ayat-ayat tentang poligami, warisan kepemimpinan dan sebagainya dalam konteks sosio-historis.

Diakui atau tidak, perjalanan poligami sama tuanya dengan syari’at nikah.

Dalam arti ini, poligami sama tuanya dengan perjalanan peradaban hidup manusia.

Poligami bukanlah suatu bentuk perkawinan yang muncul hari ini, tetapi sudah lama masa tumbuhnya itu berlalu.

Praktek-praktek poligami sudah ada pada masa para nabi bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW tampil sebagai Rasul.

Kehidupan Raja-Raja waktu dulu maupun oleh sebagian masyarakat pada berbagai periode sejarah menunjukkan indikasi kebenaran praktek poligami. Semoga!.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved