Poligami Dalam Polemik
Ada apa dengan poligami? Apakah Islam memang benar-benar sebagai agama yang menumbuhkembangkan praktek poligami?
Oleh
Dr.Junaidi,S.Ag.,M.Hum.,M.Kom
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Amikom
Ada apa dengan poligami? Apakah Islam memang benar-benar sebagai agama yang menumbuhkembangkan praktek poligami?
Jika tidak, apa yang mesti kita lakukan guna menggali oase nilai-nilai perkawinan yang lebih mengedepankan semangat menghormati hak-hak kaum perempuan dan laki-laki?
Inilah salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh semua kaum perempuan.
Masalah poligami bahwa sekalipun dapat dengan mudah melihat eksistensi kaum perempuan, sejauh ini eksistensi gerakan kaum perempuan belum dapat menemukan jawaban yang efektif.
Padahal semakin maju dan modern kehidupan manusia, semakin rumit permasalahan yang dihadapi.
Dengan demikian, semakin banyak pula permasalahan yang tidak mampu terpecahkan.
Sementara itu, barangkali orang tidak sulit membuat teori ataupun kesimpulan, akan tetapi hal ini belum memadai untuk dapat dikatakan sebagai jawaban yang memuaskan.
Permasalahan ketidakharmonisan dalam keluarga (suami-istri) sesungguhnya bukan terletak pada persoalan poligami atau monogami, tetapi sangat terkait dengan persoalan mentalitas.
Laki-laki yang berpoligami yang tidak siap secara mental untuk berusaha berlaku adil tentu akan mengalami ketidakharmonisan hidup berumah tangga.
Baca juga: Kapanewon Depok dan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Amikom Jogja Gelar Pembinaan FORKOM UMKM
Atau boleh jadi, bila istri yang dinikahinya secara mental juga belum siap belajar menerima kondisi keluarga seperti itu, dapat dipastikan istrinya akan “berontak” ketika suaminya berniat berpoligami.
Namun sebaliknya, bila mental suami dan istri siap, bisa juga kita katakan poligami bukan momok yang menakutkan atau dijadikan “kambing hitam” atas ketidakharmonisan rumah tangga, mungkin bisa menjadi sebaliknya.
Perspektif ini muncul kepermukaan dibuktikan dengan banyaknya kasus perkawinan monogami yang berujung juga dengan perceraian atau diwarnai kekerasan dalam rumah tangga.
Hal ini mengindikasikan bahwa monogami pun tidak bisa menjadi jaminan terciptanya kelanggenggan atau keharmonisan dalam hidup berumah tangga.
Dalam hal ini, tentu saja, laki-laki yang sudah bisa secara bijaksana mengelola mentalnya tidak akan sembarangan memutuskan untuk berpoligami.
Artinya, bukan soal nafsu seks yang akan menjadi pertimbangannya, tetapi kemaslahatan bersama sebagai prinsip utama.
Oleh karena itu, seharusnya yang lebih dipersoalkan adalah bukan masalah poligaminya atau monogami, tetapi sejauhmana kesiapan mental untuk menghadapi berbagai situasi yang tidak menyenangkan dalam hidup berumah tangga.
Dalam tinjauan masalah poligami, secara umum ada dua kelompok utama dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam berkenaan dengan perempuan.
Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa Islam membedakan antara laki-laki dengan perempuan, baik secara biologis maupun gender.
Distingsi perbedaan fungsi biologis ini akan berhubungan dengan perbedaan fungsi dan peran perempuan.
Beberapa ajaran Islam dimanfaatkan sebagai dasar argumentasi yang memberikan legitimasi dominasi laki-laki atas perempuan.
Seperti doktrin yang mengharuskan perempuan patuh kepada laki-laki, pengucilan dari ruang publik, soal kepemimpinan dan ritual, serta penerapan hukum keluarga dalam Islam yang cenderung memberikan peran terbatas bagi perempuan.
Kedua, kelompok yang berpandangan bahwa Islam secara substantif tidak membedakan kedudukan perempuan dengan laki-laki.
Islam menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Ajaran Islam yang esensial memberikan penghormatan yang tinggi terhadap perempuan yang tampak pada beberapa ayat Alqur’an, antara lain (Al-Hujurat:13, Al-Ahzab:35 dan Al-Ahqaf: 19).
Kelompok yang berpandangan liberal ini meyakini dan mengajak untuk memahami ayat-ayat tentang poligami, warisan kepemimpinan dan sebagainya dalam konteks sosio-historis.
Diakui atau tidak, perjalanan poligami sama tuanya dengan syari’at nikah.
Dalam arti ini, poligami sama tuanya dengan perjalanan peradaban hidup manusia.
Poligami bukanlah suatu bentuk perkawinan yang muncul hari ini, tetapi sudah lama masa tumbuhnya itu berlalu.
Praktek-praktek poligami sudah ada pada masa para nabi bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW tampil sebagai Rasul.
Kehidupan Raja-Raja waktu dulu maupun oleh sebagian masyarakat pada berbagai periode sejarah menunjukkan indikasi kebenaran praktek poligami. Semoga!.(*)
Dosen Sebagai Aktor Peradapan |
![]() |
---|
Career Fair 2025 Kolaborasi AMIKOM dan Disnaker Sleman Resmi Dibuka, Hadirkan Ratusan Lowongan Kerja |
![]() |
---|
APSKI Gelar Rakernas ke-2 dan Konferensi Internasional Kewirausahaan di Universitas Amikom Jogja |
![]() |
---|
Senja Wedding Bazaar Jadi Satu-satunya Pameran Pernikahan Outdoor di Jogja |
![]() |
---|
Kuliah Fleksibel untuk Pekerja, Universitas AMIKOM Yogyakarta Buka Kelas Karyawan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.