Mafia Tanah di Bantul
Kanwil BPN DIY Blokir Internal Sertifikat Tanah Mbah Tupon, Diduga Ada Cacat Prosedural
Kepala Kantor Wilayah BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, mengonfirmasi bahwa blokir internal diberlakukan per (Selasa 29/4/2025)
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan blokir internal terhadap sertifikat tanah atas nama IF yang sebelumnya tercatat sebagai milik Mbah Tupon.
Langkah tersebut diambil menyusul adanya laporan sengketa pertanahan yang kini tengah dalam proses penyelidikan oleh Kepolisian Daerah (Polda) DIY.
Kepala Kantor Wilayah BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, mengonfirmasi bahwa blokir internal diberlakukan per (Selasa 29/4/2025) hari ini sebagai bagian dari prosedur pengamanan administrasi atas objek tanah yang tengah disengketakan.
“Ya, kalau kita kan namanya pemblokiran internal ya karena ada sengketa, terus kemudian juga ada laporan ke Polda. Nah, ini kami lakukan pemblokiran internal itu kaitannya dengan sengketa tersebut,” ujar Dony, Selasa (29/4/2025).
Baca juga: Terima Laporan Mbah Tupon soal Dugaan Mafia Tanah di Bantul, Polda DIY Langsung Bergerak
Dengan adanya pemblokiran ini, lanjut Dony, data pertanahan bersangkutan untuk sementara berstatus quo. Artinya, segala bentuk proses administrasi pertanahan, baik peralihan hak maupun pelelangan, tidak dapat dilanjutkan.
"Jadi, pilihan datanya itu termasuk peralihan haknya juga, kemudian pelelangan juga - itu juga di kita status quo kan," tegasnya.
Menurut Dony, keputusan pemblokiran internal diambil setelah menerima surat dari ATR/BPN Kabupaten Bantul yang meminta pertimbangan Kanwil DIY terkait sertifikat hak milik nomor 24451, nomor sertifikat yang jadi sengketa.
“Hari ini baru kita lakukan (pemblokiran). Kami melakukan pertimbangan, dan nanti hari ini kami lakukan balasan ke Bantul. Mungkin bisa dilakukan hari ini juga, di jam kerja hari ini,” jelasnya.
Soroti titik krusial
Dony Erwan Brilianto menyoroti aspek lain yang menjadi titik krusial dalam persoalan ini, yakni kondisi Mbah Tupon yang tidak bisa membaca maupun menulis.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan tugasnya.
“Karena pejabat pembuat akta itu harus membacakan isi akta hingga para pihak benar-benar memahami. Meskipun pembacaannya menggunakan bahasa Indonesia, tetapi harus juga diterangkan dalam bahasa Jawa misalnya, agar mereka benar-benar mengerti maksud dari penandatanganan itu,” tutur Dony.
Ia menegaskan bahwa dalam setiap proses jual beli tanah, penjual dan pembeli wajib memahami isi akta yang ditandatangani.
Jika tidak, maka hal tersebut berpotensi menimbulkan sengketa hukum.
“Biasanya dalam akta jual beli itu pasti ada dua saksi, dan ditandatangani juga dalam aktanya,” tambahnya.
Baca juga: ATR BPN Bantul Kumpulkan Dokumen Tanah Mbah Tupon untuk Diselidiki Polda DIY
Proses Hukum Berlanjut
Dony menekankan bahwa pihak BPN tidak memiliki kewenangan menentukan apakah kasus ini termasuk penipuan atau bukan.
“Kami hanya mengikuti proses dari Polda yang melakukan penyelidikan ini. Nanti mereka yang menentukan apakah ada unsur penipuan,” katanya.
Jika ditemukan unsur pelanggaran hukum, maka pemulihan hak atas tanah dimungkinkan melalui mekanisme pembatalan peralihan yang cacat hukum.
“Nanti kita lihat, karena sekarang sudah masuk ranah kepolisian. Mungkin ada hal-hal yang bisa dipercepat. Misalnya, kalau memang ada kesalahan prosedur dalam peralihannya, bisa saja dibatalkan terlebih dahulu,” kata Dony.
Sementara itu, Dony juga menyebut bahwa sepanjang tahun ini, BPN DIY telah menerima beberapa kasus serupa, meskipun motifnya berbeda.
“Biasanya malah dari pihak developer. Misalnya, belum dilunasi tapi sudah dijual ke pihak lain,” katanya.
Upaya pulihkan hak Mbah Tupon
Kasus Mbah Tupon menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak terkait pentingnya kehati-hatian dalam setiap proses peralihan hak atas tanah, terutama ketika menyangkut masyarakat yang rentan secara sosial dan administratif.
Menurut Dony, jika kelak terbukti ada pelanggaran dalam proses pembuatan akta jual beli, maka pihaknya akan berupaya memulihkan hak atas tanah Mbah Tupon.
Baca juga: Warga Bantul Korban Mafia: Sertifikat Tanah Mbah Tupon Beralih Nama, Bank Datang untuk Melelang
Awal mula
Sebagaimana diketahui, kasus ini mencuat setelah keluarga Mbah Tupon, warga Kalurahan Bangunjiwo, Kabupaten Bantul, berusaha memecah tanah warisan seluas 1.655 meter persegi.
Namun, alih-alih menemukan kelengkapan sertifikat, mereka justru mendapat kabar bahwa tanah tersebut telah diagunkan oleh pemilik baru berinisial IF dan tengah masuk proses lelang karena gagal bayar utang ke bank.
Kepala ATR/BPN Kabupaten Bantul, Tri Harnanto, menyampaikan bahwa dokumen peralihan memang tercatat lengkap, termasuk akta jual beli (AJB). Namun demikian, pihaknya mencurigai adanya cacat administrasi dalam proses pembuatan AJB tersebut.
“Dokumen peralihannya lengkap, ada akta jual belinya, ditandatangani oleh para pihak di hadapan PPAT. Tapi kita menduga ada cacat administrasi dari aspek-aspek pelaksanaan pembuatan aktanya,” ungkap Tri.
Tri menambahkan bahwa pembuatan AJB harus memenuhi prinsip “konkret, tunai, dan terang”. Namun dalam kasus ini, terdapat indikasi bahwa ketentuan tersebut tidak terpenuhi.
“Di sana kan tidak menyebutkan, ‘Mbah Tupon kowe oleh duit apa bener oleh duit?’ (apakah benar kamu menerima uang),” ucapnya, menyiratkan keraguan terhadap transparansi transaksi tersebut.
Pihak ATR/BPN Kabupaten Bantul telah berusaha meminta klarifikasi dari kantor PPAT yang terlibat, yaitu milik notaris Anhar Rusli di Pasar Niten, Kabupaten Bantul. Namun saat didatangi, kantor tersebut dalam keadaan tutup.
“Kami sudah laporkan ke Kakanwil ATR/BPN. Nanti akan kami panggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” ujar Tri Harnanto.
Mbah Tupon Terancam Kehilangan Tanah Warisan, Sertifikat Beralih Nama, Diduga Korban Mafia Tanah
Mbah Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DIY, terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta dua bangunan rumah.
Sertifikat tanah yang sebelumnya atas nama dirinya, kini diketahui telah beralih tangan ke inisial IF dan bahkan diagunkan ke bank dengan pinjaman senilai Rp 1,5 miliar.
Kasus ini diduga kuat berkaitan dengan praktik mafia tanah. Pihak keluarga telah melaporkan peristiwa tersebut ke Polda DIY pada 14 April 2025. Saat ini penyelidikan tengah berjalan.
Menurut penuturan anak pertamanya, Heri Setiawan, persoalan bermula pada 2020 saat Mbah Tupon berniat menjual sebagian kecil tanah seluas 298 meter persegi kepada seseorang berinisial BR, yang diketahui merupakan mantan anggota DPRD Bantul periode 2019–2024. Dalam proses tersebut, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT.
Setelah proses pecah sertifikat berjalan, BR disebut berinisiatif memecah sisa tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi empat bagian, yang rencananya akan atas nama Mbah Tupon dan ketiga anaknya. Namun yang terjadi, tanah tersebut malah beralih nama ke IF dan dijadikan agunan bank. IF tak pernah mengangsur selama empat bulan, sehingga pihak bank melelang aset tersebut.
“Bank datang membawa salinan sertifikat dan menyampaikan bahwa tanah sudah diagunkan. Sejak itu, kami lapor ke Polda,” ujar Heri.
Fakta Baru Kasus Mbah Tupon, Diduga Ada Pemalsuan Kuitansi Rp1 Miliar dan SKTM Palsu |
![]() |
---|
Babak Baru Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon Warga Bantul, PN Ungkap Terdakwa |
![]() |
---|
Polda DIY Serahkan 6 Tersangka Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon ke Kejati, Masuk Tahap II |
![]() |
---|
Sidang Kedua Gugatan Perdata Achmadi dan Mbah Tupon Berlangsung Hanya Tiga Menit |
![]() |
---|
Update Gugatan Perdata di PN Bantul Terkait Kasus Sertifikat Tanah Mbah Tupon |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.