Bagaimana 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran Menurut Penilaian Pakar?

Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi sorotan banyak pihak. Para pakar pun angkat bicara tentang

Dok. Pool Host D-8
Presiden Prabowo Subianto hadir pada sesi khusus Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-11 Developing Eight (D-8) di Istana Kepresidenan New Administrative Capital, Kairo, Mesir, Kamis (19/12/2024) waktu setempat. 

TRIBUNJOGJA.COM - Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi sorotan banyak pihak. 

Janji kampanye, kebijakan awal, hingga gaya kepemimpinan mereka mulai diuji di hadapan publik. 

Namun, apakah langkah-langkah yang diambil sudah sesuai harapan? 

Sejumlah pakar pun angkat bicara, memberikan analisis mereka tentang arah pemerintahan baru ini.

Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) menilai 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran masih berada di lindungan Joko Widodo, presiden periode sebelumnya.

PSAD UII bahkan menulis pernyataan publik dengan judul ‘Di Bawah Lindungan Mulyono’.

Dalam kutipan pembuka, PSAD UII menganalogikan 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran dengan novel legendaris berjudul ‘Di Bawah Lindungan Ka'bah’ karya Buya Hamka (1938).

“Novel itu sangat tepat menjadi inspirasi analogi untuk menggambarkan fakta, bahwa kinerja 100 hari rezim Prabowo Subianto lebih tampak menjadi citra 100 hari kabinet bayangan Mulyono,” buka Direktur PSAD UII, Masduki kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

Diketahui, Mulyono adalah nama lain dari mantan Presiden Joko Widowo.

“Saat ini, sudah era Prabowo Subianto tetapi masih rasa Jokowi yang justru tercatat telah melanggar konstitusi. Prabowo juga tampak lebih senang terasosiasi kepada Jokowi ketimbang kepada publik yang memilihnya,” beber dia.

Baca juga: Presiden Prabowo Subianto Evaluasi PSN Era Jokowi: Bukan Tanda Hubungan Memburuk

Ia menyebut, 100 hari adalah periode krusial yang mendapat sorotan publik baik dalam maupun luar negeri karena akan memberi isyarat besar ke arah mana pemerintahan baru akan berjalan. 

Menurutnya, 100 hari bukan lagi momentum retorika politik, tetapi implementasi janji politik yang akan menentukan apakah periode politik berikutnya berpihak kepada kepentingan publik atau tidak. 

“Ada banyak metode memahami 100 hari, baik kuantitatif maupun kualitatif. Catatan dan pernyataan ringkas PSAD ini berbasis data kualitatif, dengan mencermati berita di media massa dan melakukan analisis persepsi/percakapan publik di media sosial,” ungkap Masduki.

Ia menambahkan, indeks demokrasi Indonesia pada sejumlah lembaga survei misalnya Economic Intelligent Unit, Freedom House dan Reporters Without Borders terus menurun sejak 2019 hingga 2024. 

Merujuk beragam indeks tersebut, maka kebebasan sipil dan independensi lembaga peradilan paling menjadi masalah, terutama ketika bersinggungan dengan kepentingan politik penguasa. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved