Pemisahan Pemilu, Pakar Politik UGM: DPR Harus Segera Bertindak, Bukan Ragu dan Resisten
Pakar politik dari FISIPOL Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, menyayangkan sikap sebagian anggota DPR yang masih menunjukkan keraguan
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM- Mahkamah Konstitusi (MK) pekan lalu membacakan putusan yang secara fundamental mengubah desain pemilihan umum nasional. Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXI/2023, MK memutuskan bahwa pemilu nasional dan pemilu lokal diselenggarakan secara tidak serentak, dengan jarak waktu sekitar dua tahun hingga dua tahun enam bulan.
Putusan tersebut menyatakan bahwa keserentakan pemilu yang sesuai konstitusi adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilu nasional—yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden—dengan pemilu lokal, yakni pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah dan wakilnya.
Pemilu nasional akan tetap digelar pada 2029, sementara pemilu lokal dijadwalkan sekitar pertengahan 2031. MK juga menegaskan bahwa pemilu serentak sebelumnya—seperti pada 2019 dan 2024—tidak dianggap inkonstitusional karena berlangsung dalam masa transisi desain kepemiluan.
Namun, pascaputusan tersebut, muncul beragam respons dari eksekutif dan legislatif, termasuk di antaranya resistensi dari beberapa partai politik yang menyebut keputusan MK sulit dilaksanakan dan berpotensi menimbulkan kekacauan hukum dan anggaran.
Pakar politik dari FISIPOL Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, menyayangkan sikap sebagian anggota DPR yang masih menunjukkan keraguan atau bahkan penolakan terhadap putusan tersebut.
“DPR tidak boleh ragu, apalagi menolak putusan MK. Dalam sistem ketatanegaraan kita, putusan MK bersifat final dan mengikat. Maka, mau tidak mau harus ditindaklanjuti,” ujarnya.
Ia menilai sikap ragu DPR mencerminkan ketidakmampuan politik dalam merespons tanggung jawab legislasi, terutama di tengah kebutuhan untuk menyusun ulang regulasi secara menyeluruh. Mada menekankan bahwa beban kompleksitas semestinya tidak dijadikan alasan untuk menghindari proses legislasi lanjutan.
“Ini menyangkut revisi beberapa undang-undang: UU Pemilu, UU MD3, UU Pemerintahan Daerah, hingga mungkin UU Partai Politik. Namun kompleksitas itu justru berada dalam wilayah kerja DPR dan pemerintah,” katanya.
Pemisahan antara pemilu nasional dan lokal dinilai membuka ruang perbaikan sistem politik secara menyeluruh. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa salah satu tujuan pemisahan adalah memperjelas pembedaan agenda strategis nasional dan lokal, yang selama ini kerap tumpang tindih akibat pemilu serentak.
“Putusan ini memberi ruang partai untuk lebih fokus mengelola isu nasional secara terpisah dari isu lokal. Ini juga memungkinkan desentralisasi dalam kepengurusan partai dan seleksi calon kepala daerah,” jelas Mada.
Dalam konteks penyelenggara pemilu, pemisahan waktu diyakini akan meringankan beban teknis dan SDM, serta meminimalisasi risiko kelelahan yang dapat berdampak fatal, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019.
Sementara dari sisi pemilih, diharapkan masyarakat dapat lebih fokus pada isu-isu lokal yang selama ini kerap tenggelam dalam narasi nasional saat pemilu diselenggarakan serentak.
Meski secara prinsip dinilai positif, pelaksanaan pemilu terpisah menghadirkan tantangan dalam aspek regulasi dan anggaran. Pemilu nasional dibiayai oleh APBN, sementara pemilu lokal bergantung pada APBD. Namun hingga kini, belum ada standar baku yang jelas untuk alokasi anggaran pemilu lokal di daerah.
“Selama ini, anggaran KPU daerah bersifat proposal. Pemerintah daerah bisa menyetujui penuh, sebagian, atau bahkan menolaknya. Ketidakjelasan ini perlu diakhiri melalui regulasi yang mengatur standar pembiayaan secara nasional dan adil,” ujar Mada.
Ia menambahkan, efisiensi sangat mungkin dilakukan bila pembiayaan dirancang berbasis kapasitas fiskal dan kebutuhan aktual. Namun itu semua hanya bisa diwujudkan bila DPR dan pemerintah segera menindaklanjuti putusan MK dengan revisi regulasi yang memadai.
Transformasi Digital Nasional Diperkuat Lewat Optimalisasi Infrastruktur dan Layanan |
![]() |
---|
VIDEO NEWS : TERIMA BANYAK KRITIKAN, KPU CABUT KEPUTUSAN TUTUP AKSES DOKUMEN CAPRES-CAWAPRES |
![]() |
---|
Peran Jurnalisme Fakta dan Makna Dibahas di Talkshow Magister FDK UIN Sunan Kalijaga |
![]() |
---|
Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik DIY Besok Rabu 17 September 2025, Kalasan Bantul Wonosari |
![]() |
---|
Bupati Grengseng Ngantor Keliling 21 Kecamatan di Wilayah Magelang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.