Pakar Ilmu Pemerintahan UMY Sambut Positif Penghapusan Presidential Threshold
Tak hanya di pilpres, kebijakan itu juga berpotensi membawa dampak positif bagi sistem pemilihan kepala daerah.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gugatan terkait ambang batas minimal pengusulan calon presiden dan wakil presiden atau Presidential Threshold yang disetujui Mahkamah Konstitusi (MK) diklaim menjadi angin segar demokrasi tanah air.
Hal ini disampaikan pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah (UMY), sekaligus Rektor UMY yang baru saja dilantik, Prof Achmad Nurmandi.
Ia menyatakan, keputusan MK tersebut jadi angin segar penegakan demokrasi di Indonesia.
"Ini menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia yang selama ini dianggap membatasi pencalonan presiden," ujar Nurmandi kepada awak media, Jumat (3/1/2025).
Menurut Rektor baru UMY tersebut, keputusan MK juga merupakan terobosan yang sangat baik karena membuka kesempatan lebih luas bagi partai politik (parpol) manapun untuk mengajukan calon presiden.
Bahkan penghapusan syarat minimal 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional untuk mengajukan capres akan mendorong kompetisi yang lebih sehat dalam pilpres pada 2029 mendatang.
"Partai-partai yang selama ini tidak memiliki kesempatan karena terganjal syarat parliamentary threshold kini bisa berpartisipasi mengajukan calonnya," ujarnya.
Baca juga: Mengapa Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Beranggapan Presidential Threshold Harus Dihapus?
Nurmandi berharap perlu aturan teknis turunan yang jelas melalui Peraturan KPU (PKPU) dalam pelaksanaan pencalonan agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Hal ini untuk mengatur mekanisme pencalonan presiden dengan sistem baru ini.
"Yang terpenting adalah bagaimana mengatur teknisnya agar tetap menjaga kualitas demokrasi sambil membuka ruang partisipasi yang lebih luas. Kita perlu memastikan agar aturan ini tidak justru dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan pragmatis," ungkapnya.
Tak hanya di pilpres, kebijakan itu juga berpotensi membawa dampak positif bagi sistem pemilihan kepala daerah.
Nantinya akan ada opsi serupa untuk pemilihan kepala daerah tanpa ada batasan pengajuan calonnya.
Dengan adanya keputusan ini, publik kini menantikan bagaimana implementasi regulasi baru tersebut dalam proses pemilu mendatang.
"Jika untuk presiden saja syaratnya sudah nol persen, maka ke depan perlu dikaji ulang pembatasan serupa untuk pemilihan kepala daerah yang masih mensyaratkan 7,5 persen," imbuhnya.
Sebelumnya MK mengabulkan gugatan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terkait batasan minimal pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen oleh partai politik (parpol).
Gugatan diajukan oleh empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Putusan MK tertuang dalam nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (2/1/2025) kemarin. (*)
Akademisi UMY Nilai Presiden Prabowo Tak Paham Konteks Aksi Unjuk Rasa, Bikin Rakyat Terpolarisasi |
![]() |
---|
UMY Tegaskan Komitmen Demokrasi, Tolak Kekerasan dalam Aksi Massa |
![]() |
---|
Proses Hukum Affan Kurniawan Harus Transparan, Pakar Hukum UMY: Jangan Berhenti di Sanksi Internal |
![]() |
---|
Civitas Akademika FKIK UMY Kecam Insiden Intimidasi yang Dialami Dokter Syahpri, Ini Sikapnya |
![]() |
---|
Guru Besar UMY Soroti Tunjangan Fantastis DPR: Itu Beban Pajak yang Ditanggung Rakyat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.