Guru Besar UMY Soroti Tunjangan Fantastis DPR: Itu Beban Pajak yang Ditanggung Rakyat
Titin menyoroti beban pajak yang ditanggung rakyat untuk membiayai tunjangan legislatif, termasuk Pajak Penghasilan (PPh 21).
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tunjangan fantastis DPR masih mengundang berbagai respons dari masyarakat hingga para pengamat. Tak terkecuali Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Titin Purwaningsih, M.Si.,.
Menurut dia, tunjangan fantastis DPR menunjukkan minimnya empati elit politik terhadap kondisi masyarakat. Pasalnya langkah tersebut tidak sejalan dengan situasi ekonomi rakyat yang masih terhimpit.
Titin menyoroti beban pajak yang ditanggung rakyat untuk membiayai tunjangan legislatif, termasuk Pajak Penghasilan (PPh 21). Menurutnya, kebijakan ini tidak adil karena masyarakat membayar pajak dua kali.
“Pemerintah di satu sisi melakukan efisiensi dan memperketat pajak dari rakyat, tetapi di sisi lain justru menaikkan gaji dan tunjangan DPR. Masyarakat sudah membayar pajak, tetapi uang pajak itu justru digunakan untuk menutup kewajiban anggota dewan. Itu jelas tidak tepat," katanya, Selasa (26/08/2025).
"Saya kira tindakan ini tidak menunjukkan empati dari lembaga negara,” sambungnya.

Dampak kebijakan ini bukan hanya soal keuangan negara, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Kepercayaan masyarakat pemerintah bisa semakin terkikis, apalagi di tengah banyaknya kasus korupsi dan sikap tidak pantas yang sering dipertontonkan di gedung DPR.
Mekanisme penentuan gaji dan tunjangan DPR pun belum berbasis kinerja. Ia menilai tingginya gaji anggota legislatif tidak bisa dilepaskan dari mahalnya biaya politik di Indonesia.
Untuk itu, perlunya perbaikan regulasi pemilu, termasuk pembatasan dana kampanye agar tidak membebani masyarakat lewat gaji dan tunjangan berlebihan.
“Biaya politik yang sangat besar, mulai dari kampanye hingga operasional, membuat beban keuangan anggota Dewan semakin tinggi. Karena sistem pemilu kita liberal dan tidak ada pembatasan dana kampanye, calon dengan modal besar punya peluang lebih besar untuk menang. Akibatnya, representasi rakyat dalam parlemen kerap kalah oleh kekuatan modal,” jelasnya. (maw)
Pelajar di Kulon Progo Diajak Pahami Manfaat Pajak Lewat 'Pajak Bertutur' |
![]() |
---|
Kasus Motor Pelat Merah Samsat Terdaftar Purworejo Nunggak Bayar Pajak |
![]() |
---|
Pajak Motor Pelat Merah Nopol AA 6081 XC Telat 1 Bulan 19 Hari |
![]() |
---|
Pakar Hukum UMY: Presiden Harus Tegas Copot Menteri yang Terjerat Korupsi |
![]() |
---|
Penghasilan DPR Tembus Ratusan Juta Rupiah per Bulan, Begini Komentar Dosen UGM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.