Prevalensi Stunting di Bantul Periode Juni-Agustus 2024 Naik 0,27

Kasus stunting di Kabupaten Bantul pada periode Juni-Agustus 2024 mengalami kenaikan.

TRIBUNJOGJA.COM / Neti Istimewa Rukmana
Jajaran Dinkes Bantul sedang ikut serta memeriahkan Peringatan HKN ke-60 di Komplek II Kantor Pemkab Bantul, Selasa (12/11/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kasus stunting di Kabupaten Bantul pada periode Juni-Agustus 2024 mengalami kenaikan.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul, prevalensi stunting di Bumi Projotamansari pada periode Juni-Agustus mengalami kenaikan sebesar 0,27 dari sebelumnya 7,01 menjadi 7,28.

Wilayah yang kasus stuntingnya cukup tinggi yakni Kalurahan Selopamioro, Kapanewon Imogiri.

Kepala Dinkes Bantul, Agus Tri Widiyantara mengakui angka stunting di wilayahnya masih fluktuatif.

Hal itupun menjadi perhatian serius pihaknya bersama seluruh jajaran terkait untuk mencari solusi guna menurunkan kasusnya sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.

"Karena stunting itu kan prevalensinya masih naik turun. Itu yang menjadi catatan kami. Ya mudah-mudahan dengan semangat HKN ini, kami dari jajaran Dinkes bisa lebih meningkatkan kinerja dan mampu beradaptasi dan antisipasi permasalahan kesehatan yang muncul," kata saat menggelar Peringatan HKN 2024 di Komplek II Kantor Pemkab Bantul, Selasa (12/11/2024).

Agus mengungkapkan, data terakhir, prevalensi stunting di Bantul memang mengalami kenaikan pada periode Juni-Agustus.

Baca juga: 11 Tips Merawat Rambut Berwarna agar Tetap Sehat dan Tahan Lama

Sementara untuk data di bulan September-Oktober sampai saat ini belum keluar.

"Untuk data prevalensi stunting yang September dan Oktober 2024 belum ada. Dan kalau berdasarkan data tersebut, kasus stunting masih banyak terjadi di Kalurahan Selopamioro, Kapanewon Imogiri," papar Agus.

Kasus stunting ini menurut Agus, dipengaruhi banyak faktor.

Kasus stunting tidak selalu identik terjadi di kalangan masyarakat ekonomi ke bawah, tetapi juga masyarakat ekonomi ke atas.

Bahkan, kasus itu tidak hanya terjadi dikarenakan masalah asupan gizi, tetapi juga terjadi dikarenakan pola asuh terhadap anak.

"Kalau kami lihat, salah satu faktor yang diduga cukup berpengaruh atau berperan pada stunting adalah terkait pola asuh anak. Saat ini, sekitar 41 persen anak yang diasuh oleh orang tuanya, sementara 58,93 persen ada yang campuran (anak diasuh oleh jasa pengasuh, dititipkan oleh kakek dan nenek, dan sebagainya)," tutur Agus.

Melalui hal itu, kini pihaknya tengah mendorong peningkatan makan bergizi dan seimbang pada anak, dengan makan bersama secara komunitas.

Nantinya, anak-anak akan dikumpulkan dalam satu tempat untuk bersama-sama makan di lokasi tersebut dan tidak dibawa pulang.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved